Nasional BEDAH BUKU

Ahmad Baso: Dibutuhkan Kader Pembela Pesantren

Ahad, 23 September 2012 | 13:23 WIB

Tegal, NU Online 
Peran pesantren dalam membentuk peradaban Nusantara tidak diragukan lagi. Sementara kiai dan keilmuanya menjadi tonggak keberhasilan dalam membina masyarakat. Demikian disampaikan Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kajian Sumber daya Manusia (Lapesdam) NU Ahmad Baso dalam forum diskusi dan bedah buku karyanya sendiri “Pesantren Studies”.<>

Bedah buku yang digelar di Pondok Pesantren Mahaduth Tholabah Babakan Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal, Jum’at (22/9) malam itu, dihadiri beberapa kiai, termasuk pengasuh pesantren, PC. Ma’arif NU, PCNU Kabupaten Tegal, PC IPNU, PC PMII  dan ratusan santri,

“Kita butuh kader pembela pesantren, karena ada sebagian orang yang mengambil teks-teks pada pesantren seolah-olah kurafat dan konservatif,  ini jelas menghina pesantren dari peradaban. Ada kasus mahasiswa S3 dari Madura yang akan menyelesaikan studinya meneliti pesantren tetapi rujukannya bukan sama kiai dan pesantren tetapi pada tokoh-tokoh orientalis seperti fazlul rahman , ini kan tidak nyambung?” jelas Ahmad Baso 

Wali Songo jaman dahulu, lanjut Baso, sudah tahu bagaimana menyiapkan kaderisasi dari kaum  muda, dengan mengkader generasi mudanya sebagai katib atau juru tulis. Disini jelas ada kaderisasi dari yang muda untuk menulis agar bisa dijadikan bukti sejarah yang dapat dibaca oleh generasi penerus, makanya kita bisa menjumpai karya abad ke -16 dengan tulisan-tulisan pegon. 

Pada abad ke-19 ribuan, kata Baso,  karya tulis ulama-ulama dulu dirampas oleh Belanda, kitab At Tib yang merupakan kitab yang membahas tentang kesehetan pada abad itu ada 40, menemukan 300 penyakit dan 700 obat, namun kitab-kitab itu rampas dan diboyong ke perpustakaan milik mereka, sehingga generasi penerus tidak bisa menemukan itu

“Mereka takut kalau santri itu cerdas, pesantren kalau terlalu banyak membaca bisa bahaya, menurut mereka,”  jelas alumnus Pesantren An Nahloh Makasar itu.  

Diskusi yang dimoderatori Aqib Malik putra keluarga besar mahaduth tholabah itu menjadi menarik ketika beberapa pertanyaan mulai menggelinding satu persatu hingga sampai akhir penutupan, merasa peserta belum puas diskusi dilanjut dengan obrolan santai di serambi masjid pesantren.

Buku “Pesantren Studies” Ahmad Baso rencananya akan ditulis dalam 14 jilid dan untuk episode ini baru ditulis dalm jilid 2 dan sudah diterbitkan diantaranya 2a dan 2b. 



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Abdul Muiz