Nasional

Ajakan untuk Tidak Bermazhab Memutus Sejarah dan Silsilah Keilmuan

Sen, 31 Agustus 2020 | 04:30 WIB

Ajakan untuk Tidak Bermazhab Memutus Sejarah dan Silsilah Keilmuan

Ilustrasi: Mazhab

Jakarta, NU Online
Kita tentu sering mendengar kampanye yang mengajak untuk Kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits. Atau ajakan lain untuk Tidak perlu bemazhab. Mazhab kita langsung Islam. Sekilas ajakan tersebut baik dan indah, sebab tentu saja Muslim mengagungkan Al-Qur’an dan Al-hadits. namun tunggu dulu, Dr Syarullah Iskandar, seorang anggota Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ) memiliki pandangan berbeda mengenai kampanye itu.


Menurut Pakar Al-Qur'an yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Modern Bayt Quran ini, masyarakat khususnya umat Islam justru perlu mewaspadai adanya pihak-pihak yang memunculkan istilah Kembali ke Al Qur’an dan Hadits. Karena menurutnya, kelompok ini sedang berupaya memutus sejarah keilmuan atau silsilah keilmuan agama Islam yang sudah terbangun selama ini.


“Mereka mengatakan ‘oh tidak usah kita mengikuti mazhab ini, mazhab itu’ yang sebenarnya secara tidak langsung mereka justru sedang membangun mazhab baru, dan itu bahaya. Mereka berupaya dan memaksa diri untuk mandiri dalam memahami atau menggali teks-teks keagamaan, padahal pemahaman dan dasar keilmuannya tidak memadai,” jelasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.


Sebab menurutnya, untuk memahami dan menggali teks-teks keagamaan itu perlu pendampingan orang yang berkompeten untuk terus berguru. Oleh karenanya dalam agama itu sebenarnya adalah "fas`alu ahla adz-dzikri : bergurulah kepada yang ahlinya”. Karena kalau memahami Al-Qur’an, misalnya hanya satu ayat saja yang dipahami dan tidak dikaitkan dengan ayat yang lain, tentunya pasti ada yang kurang mengena pemahamannya.


“Hadits pun demikian. Karena mereka itu parsial ketika membaca sesuatu, tidak universal. Istilahnya kacamata kuda. Karena sumber mereka terbatas sesuai doktrin dari para gurunya dan tidak mencoba menelaah dari sumber-sumber lain,” tutur pria yang juga Dosen Fakultas Sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Oleh karena itu ia meminta masyarakat untuk waspada pada ajakan semacam itu. Karena, alih-alih memberikan pemahaman, kelompok ini malah menjerumuskan pada paham yang salah.


Ia menyebut, salah satu cara yang bisa ditempuh untuk menghindarkan diri dari bahaya ajakan ini adalah dengan mengenali da’i atau muballighnya. Salah satu ciri ulama yang baik adalah ia yang memberi contoh dengan tauladan. “Dakwahnya tentu saja harus memberikan keteladanan, kemudian harus sesuai konteks zaman yang ada,” pungkasnya.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin