Nasional

Aktivis Perempuan Sebut KDRT Sudah Jadi Urusan Negara

Jum, 4 Februari 2022 | 16:45 WIB

Aktivis Perempuan Sebut KDRT Sudah Jadi Urusan Negara

KDRT sudah jadi urusan Negara yang diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004. (Foto: ilustrasi).

Jakarta, NU Online
Aktivis perempuan, Dwi Rubiyanti Kholifah turut menyayangkan isi ceramah yang menganggap maklum terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurut Ruby, KDRT kini bukan lagi persoalan pribadi, melainkan telah jadi urusan negara.

 

“Kasus KDRT yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata bahkan menjadi ranah negara karena telah diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT),” ujar Ruby kepada NU Online, Jumat (4/2/2022).

 

Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia itu menjelaskan, UU PKDRT sebagai pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan.

 

“UU PKDRT dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaharuan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh Undang Undang sebelumnya,” jelasnya.

 

Disebutkan Ruby, terobosan hukum yang terdapat dalam UU PKDRT mencakup bentuk–bentuk tindak pidana dan dalam proses beracara, antara lain dengan adanya terobosan hukum untuk pembuktian bahwa korban menjadi saksi utama dengan didukung satu alat bukti petunjuk.

 

“Diharapkan dengan adanya terobosan hukum ini, kendala-kendala dalam pembuktian karena tempat terjadinya KDRT umumnya di ranah domestik dapat dihilangkan,” harapnya.

 

Kepada masyarakat, Ruby mengingatkan kembali bahwa KDRT bukanlah sebuah hal yang dapat dinormalisasi, akhir cerita KDRT juga seringkali tidak seindah dongeng, dengan ditutupinya KDRT tidak jarang justru membuat pelaku semakin menjadi-jadi.

 

“Untuk itu kami mendorong masyarakat , khususnya perempuan dan anak yang menjadi korban untuk tidak takut melapor, begitu juga masyarakat yang melihat tindak KDRT di sekeliling mereka,” ucap anggota majelis kongres ulama perempuan Indonesia (KUPI) itu.

 

Terkait isi ceramah OSD, Founder Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI), Nur Rofiah menyarankan agar yang bersangkutan lebih hati-hati dan peka dalam membagikan pesan agama yang berpihak kepada perempuan. OSD seharusnya sadar bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dibenarkan dalam agama.

 

“Siapapun bisa terpleset dalam berdakwah. Karenanya sangat penting bagi kita untuk mengingatkan yang bersangkutan. Penting dia menyadari kesalahannya, tidak sekedar minta maaf,” terang dia.

 

Mengingat perannya sebagai pendakwah, Nur Rofiah juga mengingatkan OSD untuk mendorong jamaahnya taat pada aturan hukum juga menyampaikan tafsir keagamaan yang berpihak terhadap perempuan. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam Islam, termasuk suami menampar istri.

 

“Karena itu, yang penting adalah tidak membiarkan apalagi menormalkan KDRT dalam bentuk apapun. Fokus pada KDRT dan pelakunya,” tegas alumni Universitas Ankara, Turki ini.

 

Sebagai informasi, berikut ini bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga: pertama, kekerasan fisik seperti menampar, memukul, menyiksa dengan alat bantu. Kedua, kekerasan psikis seperti menghina, melecehkan dengan kata-kata yang merendahkan martabat sebagai manusia, selingkuh.

 

Ketiga, kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual secara verbal, gurauan porno, ejekan dengan gerakan tubuh jika kehendak pelaku tidak dituruti korban.

 

Keempat, penelantaran rumah tangga dimana akses ekonomi korban dihalang-halangi dengan cara korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan atau memanipulasi harta benda korban.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi