Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad mengatakan bahwa rumah tangga merupakan sebuah relasi yang dijalin bersama dua insan yang bersepakat untuk berperan sebagai suami dan istri. Kesepakatan tersebut dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan di antara keduanya.
“Namun dalam praktiknya, Institusi rumah tangga seringkali menjadi tempat laki-laki mengekspresikan hasrat maskulinitas mereka terhadap perempuan,” tulis Bahrul Fuad lewat facebooknya, Jumat (9/4).
“Kondisi ini sangat dikuatkan oleh budaya patriarki yang masih berkembang di masyarakat kita dan juga tafsir ajaran agama yang dimonopoli kaum laki-laki sehingga tidak jarang kondisi ini membuat perempuan menjadi target kekerasan di dalam rumah tangga,” terang Bahrul.
Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2021 menunjukkan kekerasan tertinggi di ranah KDRT/relasi personal sama seperti tahun sebelumnya yaitu Kekerasan terhadap istri yang mencapai 3.221 kasus atau 50 persen dari keseluruhan kasus di ranah KDRT/Ranah Privat sebesar 6.480.
“Ketimpangan relasi antara suami dan istri menjadi faktor penyebab kondisi ini,” beber dia.
Dikatakan Bahrul Ulum, agar relasi suami dan istri dalam rumah tangga semakin kuat, kokoh dan terhindar dari kekerasan maka relasi di antara keduanya perlu didasarkan pada prinsip saling mengasihi, saling menghormati dan saling melengkapi. Maka, relasi suami dan istri yang baik harus diletakkan pada prinsip saling bukan paling di antara keduanya.
Dikutip dari komnasperempuan.go.id, Komnas Perempuan menjelaskan bahwa KDRT terhadap istri adalah bagian dari kekerasan terhadap perempuan berbasis gender sebab KDRT terhadap istri berakar dari ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat yang dimanifestasikan dalam institusi perkawinan dan keluarga.
Mengenai hal ini, Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Cedaw) dalam rekomendasi 35 Cedaw menggarisbawahi pentingnya kekerasan terhadap perempuan berbasis gender ditangani secara sistemik, bukan individual.
Sebab telah menjadi alat sosial, politik dan ekonomi yang fundamental untuk menempatkan perempuan dalam posisi subordinat dan meneguhkan stereotype peran-peran gender.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua