Nasional

Alissa Wahid Jadi Pembina Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an Parepare

Sab, 15 Februari 2020 | 01:05 WIB

Alissa Wahid Jadi Pembina Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an Parepare

Alissa Wahid pada peletakan batu pertama pembangunan Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an Parepare, Kamis (13/2). (Foto: Ibrah Laiman)

Parepare, NU Online
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid) melakukan peletakan batu pertama asrama Putra Pondok Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an PCNU Parepare di Lappa Anging Bacukiki Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Kamis (13/2).
 
Pesantren tersebut berdiri di atas tanah wakaf pengusaha Parepare H Daru. Ikrar wakaf disaksikan Kemenag Parepare Taufiqurrahman dan Ketua PCNU Parepare, Kiai Hannani.
 
Selain itu Alissa Wahid juga menyatakan bersedia menjadi pembina Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an NU Parepare. Jika pesantren ini berdiri, akan menjadi pesantren NU pertama di Sulawesi Selatan. Untuk saat ini, PPITQ masih dalam proses persiapan pembangunan untuk asrama dan kelas, juga tempat belajar santri dan santriwati.
 
Pondok Pesantren Istana Tahfidzul Qur'an (PPITQ) NU Kota Parepare berkonsep pesantren pariwisata, semacam Ecology Boarding School. Pesantren akan yang menjadi tempat untuk menghafal dan memahami Al-Qur'an melalui bacaan kitab. Selain itu juga untuk penguasaan bahasa asing Arab dan Inggris dengan tetap terpaut bersama bahasa daerah Bugis.
Di kompleks tanah wakaf tersebut juga terdapat Masjid Darurrahman Rosi yang baru saja selesai dibangun. Rencana peresmian masjid menunggu konfirmasi selanjutnya dari Alissa. Alissa menyampaikan akan mengomunikasikan dengan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin untuk meresmikan masjid tersebut.
 
Alissa merupakan cicit pendiri Nahdatul Ulama KH Hasyim Asy'ari, dan putri pertama dari pasangan KH Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah. Sepeninggal ayahnya, Alissa menyibukkan dirinya di bidang sosial dan pendidikan. 
 
Selain aktif di bidang pendidikan, lulusan jurusan psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini juga peduli terhadap isu toleransi beragama. Ia aktif mengikuti diskusi lintas agama bersama Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan komunitas lainnya. 
 
Alisa sangat vokal pada persoalan yang membelit warga Rembang terkait ekspansi PT Semen Indoensia di Jawa Tengah. Alissa mendesak pabrik semen raksasa tersebut untuk menghentikan kegiatan pembangunan pabrik semen di Rembang. Melalui media sosial dan jaringan Nahdlatul Ulama (NU), Alissa bergerak mendukung perjuangan ibu-ibu Rembang. 
 
Alissa Wahid juga meneruskan perjuangan ayahnya dalam bidang budaya. Ia mengambil bagian dalam perkembangan The Wahid Institut, mengelola kelas pemikiran Gusdur.
 
Kontributor: Ibrah Laiman
Editor: Kendi Setiawan