Nasional

Antropolog Sebut Imajinasi sebagai Kekuatan Utama Manusia Menjalani Hidup

Sab, 2 Desember 2023 | 16:00 WIB

Antropolog Sebut Imajinasi sebagai Kekuatan Utama Manusia Menjalani Hidup

Ismail Fajire Alatas dalam Sesi Panel 1 Muktamar Pemikiran NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (2/12/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Dosen Middle East & Islamic Studies di New York University Ismail Fajrie Alatas mengemukakan bahwa imajinasi merupakan ranahnya agama dan menjadi kekuatan utama manusia dalam menjalani hidup. Ia menjelaskan topik terperinci terkait tema Muktamar Pemikiran NU Imagining The Future Society dan mengambil fokus bahasan pertama pada topik imajinasi.


Menurutnya, berimajinasi adalah ranahnya agama. Berbeda dengan filsafat yang mendasarkan pemikiran pada logika dan akal, agama hadir sebagai konsep yang tidak pernah miskin dari imajinasi.


"Seperti kata filsuf besar Al-Farabi, imajinasi adalah ranahnya agama. Jika filsafat menggunakan akal dan pikiran dalam demonstrasi rasional, sedangkan agama menggunakan takhyil (berkhayal), menggunakan imaji yang akan selalu mempunyai relasi kinetis dengan mabadi'ul jasmaniyah," kata Aji, sapaan akrabnya, dalam Sesi Panel 1 Muktamar Pemikiran NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).


Mengutip Al-Farabi, lanjut Aji, manusia bisa mencapai kebenaran yang sama dengan filsuf melalui narasi yang diberikan dalam sebuah agama. 


"Oleh karena itu, imajinasi saya pikir adalah satu praktik yang jelas selama ini jelas tidak kalah penting,” ucap salah seorang Anggota Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU itu. 


Di era modern, lanjut Aji, takhayul menjadi sesuatu yang problematis karena orang-orang tidak memahami fungsi epistemik dari sebuah imajinasi. Padahal, manusia hidup dalam narasi. Di dalam agama pun manusia diperintahkan untuk menyembah Tuhan dengan seakan-akan melihat Tuhannya. Ini adalah praktik imajinasi dalam agama yang menghasilkan relasi kinetis dengan kesempurnaan ibadah.


Selanjutnya, ia menjelaskan tentang imajinasi sosial yang bukan membicarakan tentang masyarakat, tetapi membayangkan sesuatu yang bisa membentuk sebuah masyarakat. Kemampuan mengimajinasikan sesuatu adalah kekuatan dasar manusia untuk melanjutkan hidup. 


“Tidak seperti teori yang menjadi ranahnya para filsuf, imajinasi dapat dilakukan oleh khalayak umum dengan jangkauan yang lebih luas. Inilah yang menjadi imajinasi sebagai salah satu kekuatan dasar manusia bisa menjalani hidup,” ucap Aji. 


Merambah ke bahasan imajinasi masa depan, Aji mengungkapkan kekhawatirannya kemampuan manusia berimajinasi dicuri oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). 


Sementara itu, agama sebagai ranah imajinasi di masa depan memiliki fungsi penghayatan kenyataan yang melampaui dunia ini. Guru Besar Filsafat Prof Fransisco Budi Hardiman mengutip pernyataan seorang filsuf asal Austria yang menyatakan bahwa sekiranya ilmu dan teknologi sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya maka pertanyaan tentang eksistensialisme tetap tidak tersentuh.


“Hal ini menunjukkan horison agama akan tetap ada di masa depan kendati bentuknya sudah mengalami banyak perubahan,” katanya.


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa berimajinasi merupakan tugas manusia. Menurutnya, membayangkan masa depan adalah tugas manusia karena masa depan dapat bertindak sebagai pencuri yang bisa menyergap manusia dengan cepat jika tidak dipersiapkan. 


"Pada era ini narasi akan semakin dominan dan hasil observasi menjadi sesuatu yang sekunder dan bersifat relatif," katanya.Â