Nasional

Arkeolog Sebut Islam Sudah Ada di Nusantara Sejak Abad ke-10 Masehi

Kam, 3 September 2020 | 12:30 WIB

Arkeolog Sebut Islam Sudah Ada di Nusantara Sejak Abad ke-10 Masehi

Arkeolog senior (Puslitarkenas), Bambang Budi Utomo, pada acara ‘Dialog Sejarah: Menggali Bukti Hubungan Nusantara-Turki’, Selasa (1/9). (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online
Dalam diskursus kesejarahan, publik mengenal bahwa Islam hadir di Nusantara pada abad ke-13. Namun, berbeda dengan hasil tinjauan arkeologis yang membuktikan bahwa Islam sudah ada sejak abad ke-10.


Hal tersebut disampaikan arkeolog senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslitarkenas), Bambang Budi Utomo, pada acara ‘Dialog Sejarah: Menggali Bukti Hubungan Nusantara-Turki’, Selasa (1/9).


Menurut dia, perdagangan Nusantara dengan dunia Arab sudah berlangsung sejak Millenium pertama Tarikh Masehi bahkan jauh sebelum Masehi. Hal tersebut dikarenakan daya tarik dari cengkeh di mana pada waktu itu cengkeh atau rempah-rempah hanya dihasilkan di bumi Maluku.


“Karena itu, banyak berita yang mengatakan bahwa cengkeh itu sudah diperdagangkan sampai Eropa dan Vatikan Roma sebagai persembahan untuk Paus. Bahkan, sebelum masehi ketika (berita) Nabi Sulaiman itu (pernah) dipersembahkan Cengkeh oleh Ratu Balkis menurut Perjanjian Lama,” ujar Bambang dalam presentasinya kepada Historia. 


“Artinya, komoditi cengkeh sudah tidak asing lagi menjadi komoditi internasional. Karena sudah dikenal baik di Eropa dan Timur Tengah,” sambung Pak Tomi, sapaan akrabnya.


Islam di Nusantara
Dalam tinjauan arkeologis, komunitas Muslim sudah ada di Nusantara jauh sebelum abad ke-13. Bukti-bukti arkeologis Islam hadir di Nusantara salah satunya adalah batu nisan di Barus, Sumatera Utara yang diperkirakan sejak abad ke-10 dan ke-11.


“Kemudian ada sumber tertulis dari musafir Tionghoa dan Arab sekitar abad ke-9. Ini adalah urusan perdagangan,” papar Bambang.


Bukti-bukti tersebut, lanjut dia, kebanyakan mengarah pada aktivitas perdagangan para saudagar Muslim dari wilayah Persia yang berlayar ke wilayah Asia dan bagian Tenggara, yaitu Nusantara dan Tiongkok. Sebagian ada yang menetap di Sriwijaya karena diusir oleh Kaisar Tiongkok lantaran terlalu banyak komunitas Persia yang menetap di Guangdong. 




“Perdagangan ini tumbuh dan berkembang karena ada dua kemaharajaan. Di Timur ada Kekaisaran Tiongkok, di Barat ada Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Di antara dua kekuatan itu, wilayah Asia Tenggara ada Kedatuan Sriwijaya yang juga kuat karena perdagangan dan cukup disegani,” tuturnya.


Dari sana, Islam yang semula hadir melalui aktivitas perdagangan kiat berkembang menuju aktivitas agama berupa dakwah hingga aktivitas politik.


“Masa Islam, Pedagang Arab dari Timur Tengah menurut berita Tionghoa disebut sebagai orang-orang ‘Tashih’, melalui mereka Islam diperkenalkan. (Mulai) Ada aktivitas perdagangan, kemudian meningkat kepada aktivitas politik, (hingga) aktivitas agama,” tukasnya.


Beragam bukti arkeologis selanjutnya adalah berupa gelas kaca, keramik, manik-manik batu dan lain-lain berasal dari berbagai bangsa yang ditemukan dalam kapal buatan Sriwijaya di dasar laut Jawa perairan Cirebon dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-10.


“Di dasar laut perairan Cirebon, kita menemukan satu kapal yang sarat dengan muatan dari berbagai bangsa. Ada yang dari Persia, Tiongkok, dan Sumatera sendiri,” cakapnya.


Artefak keagamaan
Selain itu, sambungnya, ada juga bukti berupa artefak keagamaan, baik dari Budha, Hindu, dan Islam. Salah satunya artefak berupa cetakan yang di dalamnya ada huruf Arab gaya Aksara Kufik yang berkembang di wilayah Kufah, bertuliskan tiga Asma’ul Husna yaitu al-Malk lillah, al-Wahid, al-Qahhar. 


“Kalau dilihat dari negatifnya adalah cetakan untuk barang emas atau perak, nanti hasilnya seperti liontin atau kalung perhiasan, bisa dibayangkan teknologi apa yang digunakan pada masa itu, “ ucapnya.


Dengan begitu, sambungnya, hal ini membuktikan bahwa Islam dan agama lain hadir di Nusantara di bawa oleh para saudagar. Islam pertama kali yang datang itu dari Persia, kemudian datang para saudagar Islam lain seperti Yaman.
Acara ini disiarkan secara virtual di kanal YouTube dan Facebook historia.id dengan moderator Bonnie Triyana selaku Pemred Historia.


Kontributor: Ahmad Rifaldi
Editor: Musthofa Asrori