Surabaya, NU Online
Prof Dr KH Said Aqil Siroj dalam pengukuhan guru besar Ilmu Tasawuf di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya menjelaskan tasawuf sesungguhnya berdiri pada dua asas. Pertama, sebagai pelatihan batin (tajribah bathiniyah). Yaitu berusaha membangun hubungan langsung antara hamba dan Allah melalui pelatihan spiritual yang intensif dan mendalam.
<>
“Di sini sufi melalui pendakian dalam tingkatan maqam dan pencapaian ahwal.”
Kedua, imkan al-ittihad, yaitu kemungkinan kebersatuan antara sufi dan Allah secara rasa (dzauq). “Di sini, sufi memperkuat wujud yang mutlak yang mencakup semua wujud, sehingga sampai pada perasaan tidak ada yang ada kecuali hanyalah Allah.”
Ia menjelaskan, para sufi telah meletakkan dasar-dasar keilmuan dan terminologi serta metode seperti maqamat, ahwal, ‘ilm al-qulub, ‘ilm-asrar, ‘ilm-haqiqah, ‘ilm-mukasyafah, fana’ hulul, ittihad dan ma’rifat. Penting diketahui sebelumnya, dalam kesufian terdapat semacam ‘rumusan’ misalnya, seperti kata Syekh Abu Sulaiman Ad-Darani (w. 215 H) bahwa Allah seringkali menganugerahkan kasyf kepada seseorang di saat dia tidur di atas dipan, bukan justru di saat dia sedang shalat.
“Bagi sufi, seorang yang zuhud dan ‘abid tidak akan mendapatkan ‘nur’ kecuali dengan melepaskan semuanya hanya tertuju semata kepada Allah. Sedang seseorang tidak akan mampu menjadi zuhud kecuali ada ‘nur’ dalam hatinya.”
Demikian pula iman seseorang menurut dunia tasawuf terbagi menjadi dua maqam, yaitu maqamul ‘amilin yaitu maqamnya orang yang sibuk dengan dirinya mengasingkan diri dari manusia, dan maqamul ‘arifin yaitu maqamnya orang yang sibuk dengan Tuhannya mengasingkan diri dari dirinya sendiri.
Tasawuf dan filsafat
Dalam dunia tasawuf sendiri, dijumpai kolaborasi tasawuf dengan disiplin selain filsafat yang dinamakan tasawuf sunni (amali) dan klimaks pada diri Imam Al-Ghazali (w. 505 H) dengan suksesnya membongkar dan mendamaikan rasionalisme ilmu kalam ortodoks, operasional fikih dan argumentasi filsafat. Dalam kitabnya yang sangat terkenal Ihya’ Ulumuddin.
Di sisi lain, muncul kolaborasi antara tasawuf dengan filsafat yang kemudian diwujudkan sebagai tasawuf falsafi. Tokoh pertama yang diyakini sebagai peletak dasar jenis tasawuf ini adalah Syekh Ibnu Masarrah (w. 319 H/931 M) dari Cordoba, Andalusia. Sufi kedua adalah Syekh Syihabuddin Suhrawardi (w. 587 H/1191 M) dan mencapai puncak pada Syekh Muhyiddin Ibn ‘Arabi (w. 638 H/1242 M). (mukafi niam)
Terpopuler
1
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
2
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
5
Kronologi 3 WNI Tertangkap di Gurun Pasir Hendak Masuk Makkah, 1 Orang Meninggal
6
Alasan Tanggal 11-13 Dzulhijjah Disebut Hari Tasyrik dan Haram Berpuasa
Terkini
Lihat Semua