Cerita Eks-Korban TPPO di Myanmar, Pernah Disetrum hingga Dikirim ke Wilayah Konflik
NU Online · Selasa, 3 Juni 2025 | 22:00 WIB

Panji Apriyana, eks korban TPPO di Myanmar, saat sedang menceritakan pengalaman pahitnya, dalam seminar yang digelar PB PMII di Gedung Kampus Unusia, Jakarta, pada Selasa (3/6/2025). (Foto: tangkapan layar Youtube PB PMII)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Panji Apriyana, pria yang pernah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus scam di Myanmar, menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya.
Kesaksian itu ia sampaikan dalam seminar yang diadakan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) bertajuk Ancaman Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Modus Scammer bagi Gen Z Indonesia, di Lantai 4 Gedung Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jalan Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/5/2025).
Panji mengungkapkan bahwa pada Oktober 2022, ia menerima tawaran pekerjaan di Thailand dari tetangganya sendiri. Tawaran itu terdengar menggiurkan karena hanya memerlukan paspor dan ijazah SMA, dengan janji gaji mencapai Rp15 juta per bulan.
Tanpa banyak curiga, Panji menerima tawaran tersebut. Ia diberi berbagai dokumen perjalanan, termasuk kartu identitas dan surat jalan untuk transit melalui Singapura.
Ketika ia bertanya soal proses keberangkatan, tetangganya hanya menyarankan untuk mengikuti arahan yang diberikan, dengan janji akan ada pihak yang menjemput setibanya di lokasi.
"Setelah sampai di Thailand, saya dijemput tentara Myanmar untuk dibawa ke perbatasan Myanmar, dan setelah sampai di perbatasan Thailand, saya diseberangin Sungai Moei (Sungai Thaungyin). Itu sekitar 17 menit sampai ke tempat penempatan saya kerja di sana," katanya.
Di lokasi itu, ia hanya bertemu dengan seorang warga negara Malaysia bernama Andi, yang disebut sebagai “leader” dan merupakan rekan dari tetangga yang merekrutnya. Panji sempat diminta beristirahat karena tiba pukul 14.00. Namun pada malam harinya, pukul 19.00, ia langsung diwajibkan bekerja.
"Jam 19.00 malam langsung kerja dan disuruh bikin akun fake Facebook 10, Twitter 10, Instagram 10, LinkedIn 10, sama Tinder 10. Setelah sudah bikin akun fake, baru dijelasin kalau dia ini kerjanya buat nipu orang dengan investasi crypto bodong (palsu)," jelasnya.
Tiga hari bekerja, Panji merasa tidak nyaman dan memutuskan menghubungi tetangganya untuk meminta pulang. Namun, ia justru mendapat jawaban mengejutkan bahwa tetangganya lepas tanggung jawab setelah ia sampai di lokasi kerja.
"Saya chat tetangga saya ini, dengan jawaban: kalau sudah nyampe sana sudah bukan tanggung jawab dia lagi," ujarnya.
Setelah itu, Panji dilaporkan ke leader oleh tetangganya sendiri. Karena keinginannya untuk pulang, ia mulai mengalami kekerasan, yakni disetrum, dipukul menggunakan paralon, hingga diancam akan dimasukkan ke bilik hitam atau semacam ruang kurungan.
"Karena saya udah nggak melawan, saya ikuti mau dia. Akhirnya saya chat orang tua saya untuk minta tolong mengadu ke pemerintah Indonesia. Saya ajak teman-teman saya satu-satu, ada yang sebagian mau awalnya, ada yang sebagian tidak mau karena niat kerja ke luar negeri itu untuk mengubah nasib," tutur Panji.
Kemudian setelah mengalami kekerasan berulang, mereka sepakat untuk merencanakan pelarian bersama. Panji dan kawan-kawan mulai menyusun siasat dengan pembagian tugas, ada yang memetakan lokasi dan ada yang bertugas mengelabui penjaga.
"Awalnya saya bilang mau pulang dan mereka mulai curiga. (Sehingga) paspor kita ditahan, handphone kita ditahan, terus baju-baju hanya dikasih sedikit untuk seminggu empat kali ganti," jelasnya.
Panji dan kawan-kawan kemudian menghubungi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), yang membantu membuat laporan ke Bareskrim Polri, serta menghubungi tokoh publik yakni Hotman Paris, Uya Kuya, dan pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Namun, proses pemulangan tidak berjalan cepat. Panji mulai mengadu pada Desember 2022, tetapi hingga Januari dan Februari 2023 belum ada tanggapan berarti. Barulah pada Maret ada respons, dan setelah Lebaran mereka berhasil dievakuasi.
"Kalau menurut saya, pemerintah Indonesia cukup lama ya untuk menindaklanjuti masalah korban TPPO. Padahal laporan sudah naik dari bulan Desember atau Januari, itu saya mesti menunggu tiga bulan," katanya.
Selama tiga bulan itu, Panji dan kawan-kawan hidup di tengah konflik bersenjata di Myanmar. Setiap hari terdengar suara tembakan dan ledakan. Mereka bekerja dalam kondisi gelap gulita karena lampu dilarang menyala pada malam hari. Jika lampu menyala, itu bisa menjadi sinyal yang memicu serangan bom.
Panji sempat berpindah lokasi dua kali. Lokasi pertama berada di wilayah konflik antara militer pemerintah dan kelompok pemberontak, tepatnya di daerah Singhua Patt.
"Tempat saya yang pertama akhirnya kena bom, hancur, dan banyak memakan korban WNI. Rombongan kloter sebelum saya, namanya Pepen, itu kena bom mereka. Nggak tahu mayatnya di mana, dan untung yang masih bisa selamat ya hanya kloter saya saja," jelasnya.
Ia kemudian dipindahkan ke Miawadi, daerah yang lebih tenang karena berada di kawasan perkotaan. Panji mengatakan bahwa di kelompok kerja asal Indonesia belum ada yang meninggal, tetapi di kelompok pekerja asal Tiongkok ada dua temannya tewas karena penyiksaan, yakni disetrum dan dipukul di bagian wajah serta leher.
Panji berharap, pengalamannya bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Ia berpesan agar tidak mudah tergiur iming-iming pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri, apalagi jika syaratnya terlalu mudah.
"Di Indonesia gaji Rp5 juta hati tenang, tidak was-was. Kerja di luar gaji gede (tapi) disetrum, dipukul, nggak usah lah, organ tubuh pada rusak. Alhamdulillah saya tidak apa-apa, cuma mental aja sih. Kalau lihat orang ramai masih agak sedikit kagok, karena dulu setiap udah ramai pasti udah ada aja orang yang disiksa, antara Indonesia atau orang Cina-nya sendiri," tutupnya.
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
6
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
Terkini
Lihat Semua