Nasional

Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual Kemenag, Merayu dan Bersiul Bisa Kena Sanksi

Sen, 17 Oktober 2022 | 22:15 WIB

Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual Kemenag, Merayu dan Bersiul Bisa Kena Sanksi

PMA Nomor 73 Tahun 2022 memasukkan merayu dan bersiul bisa masuk kategori kekerasan seksual. (Foto: via AFP)

Jakarta, NU Online

Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan, memperluas kategori kekerasan seksual dari verbal hingga virtual, antara lain merayu, bersiul, dan menatap seseorang sembarang. 


“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual,” jelas Juru Bicara (Jubir) Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, dilansir dari laman Kemenag, Senin (17/10/2022).


Jenis kekerasan seksual tersebut diatur dalam PMA No 73 tahun 2022 ini ditandatangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 dan mulai diundangkan sehari setelahnya.


“Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022,” terangnya.


Sesuai namanya, PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.


PMA ini terdiri atas tujuh bab, yaitu: ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup.


Bentuk kekerasan seksual sendiri mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. 


Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan pendidikan harus harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. 


Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.


“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” tegasnya. 


Sementara, terkait sanksi Anna mengatakan PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi. 


Dengan terbitnya PMA ini, lanjut dia, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.


Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual. “Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” tandasnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF