Nasional

Bali, Contoh Nyata Ekspresi Budaya untuk Memperkuat Moderasi Beragama

Sab, 9 Maret 2024 | 18:30 WIB

Bali, Contoh Nyata Ekspresi Budaya untuk Memperkuat Moderasi Beragama

Tari Hikayat Bali, salah satu pertunjukan dalam ngaji budaya untuk memperkuat Moderasi Beragama di Denpasar Bali. (Foto: Dok Bimas Islam)

Jakarta, NU Online
Kementerian Agama melalui Direktorat Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam terus menggencarkan praktik moderasi beragama. Salah satunya dalam gelaran Ngaji Budaya di Kota Denpasar, Bali belum lama ini.

 

Kegiatan bertajuk ‘Budaya dan Pilar Moderasi Beragama’ ini diikuti 500 peserta dari Bali yang terdiri berbagai unsur seperti Penyuluh Agama, Majelis Taklim, Dai, Pamong Budaya, Seniman/Budayawan, dan Ormas Islam.

 

Kasubdit Seni, Budaya, dan Siaran Keagamaan Islam (SBSKI) Direktorat Penerangan Agama Islam (Ditpenais) Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Wida Sukmawati menceritakan hal tersebut kepada NU Online di sela-sela gelaran ‘Catch the Moon Ramadhan Kareem’ Edukasi, Simulasi, dan Visualisasi Hilal Awal Ramadhan 1445 H yang diikuti ratusan milenial dan Gen Z serta aktivis media sosial di Jakarta, Jumat (8/3/2024).


Pada momen yang digelar pada Rabu (6/3/2024) itu, kata Wida, dua tokoh menyampaikan pidato kebudayaan, yakni Guru Besar Pendidikan Islam Universitas PTIQ Jakarta Prof Made Saihu dan Budayawan muslim Buleleng Ketut Muhammad Suharto.

 

Budayawan asal Buleleng, Ketut Muhammad Suharto menceritakan praktik kehidupan Muslim di Bali selama ini nyaman berakulturasi dengan budaya lokal Bali. Hal ini sebagaimana di desa kelahirannya, Pegayaman, Singaraja, Bali.


“Umat beragama sama-sama tidak ada yang merasa terganggu dan diganggu. Semuanya nyaman dan saling toleransi,” kata Ketut Suharto.

 

Ia menyebut, semua adat tradisi yang berkembang di Pegayaman Bali adalah buah hasil filterisasi pakem standar dasar. "Dasarnya adalah Adat Berpangku Syara' Bersandar Kitabullah. Dan muncullah nilai–nilai akulturasi berkembang sampai sekarang," terangnya.


Pada kesempatan yang sama, Prof Saihu mengungkapkan bahwa budaya memengaruhi cara individu memahami dan menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Ekspresi budaya mendorong masyarakat meningkatkan kesadaran akan toleransi dan kerukunan yang mendukung terwujudnya moderasi beragama.


Ia menjelaskan, ada tiga landasan mengapa budaya selama ini sebagai pilar moderasi beragama. Pertama, pengawal toleransi meminimalisir konflik berbasis agama. Kedua, perekat komunitas di masyarakat. Ketiga, budaya dapat mengubah perspektif dan memecah stereotip terkait agama.


"Tantangan modern menuntut bentuk perlindungan dan pelestarian budaya yang baru. Keterlibatan semua pihak diperlukan untuk memperkuat budaya sebagai pilar moderasi beragama," papar penulis buku Merawat Pluralisme Merawat Indonesia itu.


Dalam kegiatan ini juga dilakukan serah terima buku Ensiklopedia Seni  Budaya Islam di Nusantara dari Direktorat Penerangan Agama Islam ke pada Kakanwil Kemenag Provinsi Bali.


Kegiatan ini diawali dengan pertunjukan tari dan seni Islam Rudat (Burdah) dari pelajar MTs Al-Muhajirin Kampung Islam Kepawon, Kota Denpasar, dan Tari Hikayat Awi dari Sanggar Seni al-Badar Jembrana, Bali serta Tari seni Burceng dari seniman Bali.