Nasional

Balitbang Diklat Kemenag Seminarkan Survei Karakter Peserta Didik 2019

Rab, 14 Agustus 2019 | 01:30 WIB

Balitbang Diklat Kemenag Seminarkan Survei Karakter Peserta Didik 2019

Seminar Hasil Survei Karakter Peserta Didik di SMA dan MA 2019 di Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Tangerang Selatan, NU Online
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar Seminar Hasil Survei Karakter Peserta Didik di SMA dan MA Tahun 2019. Seminar yang berlangsung 12-14 Agustus 2019 dihadiri para peneliti, dosen, akademisi, dan mahasiswa merupakan bagian dari tahap penelitian Badan Litbang dan Diklat Kemenag setelah laporan lengkap proses penelitian.

Kabid Litbang Pendidikan Keagamaan, Husen Hasan Basri menyampaikan, penelitian Karakter Peserta Didik di SMA dan MA Tahun 2019 melibatkan 11.287 siswa sebagai responden. Para responden juga berasala dari 1.151 sekolah di 34 provinsi dengan rincian 465 sekolah negeri, dan 686 sekolah swasta.
 
Penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) pada jenjang Pendidikan Menengah tahun 2019 sebesar 70,59 dengan kategori ‘tinggi’, meski belumberkategori ‘sangat tinggi’.

"Indeks Karakter Peserta Didik (IKPD) berdasarkan dimensi, meliputi relijiusitas 71,63; nasionalisme 72,65; kemandirian 69,48; gotong royong 67,26; dan integritas 70,14," papar Husen.
 
Selain itu, terdapat 12 provinsi yang memiliki indeks karakter peserta didik di atas indeks karakter nasional dan 22 provinsi yang memiliki indeks karakter di bawah indeks karakter nasional. Meski semua provinsi memiliki IKPD dengan kategori ‘tinggi’, Provinsi Banten menempati urutan pertama dengan indeks sebesar 72,72; dan Provinsi Papua menempati urutan terakhir dengan indeks sebesar 67,15.

Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Moh Ishom menanggapi, dari hasil penelitian tersebut harus dipikirkan penyebab mengapa indeks tersebut ada yang rendah dan ada yang tinggi.
 
Selain itu, penelitian tersebut harus berdampak pada kebijakan langkah apa yang bisa diaplikasikan. Pihaknya juga berharap hasil-hasil rekomendasi dapat dilaksanakan, dan bukan sekadar rekomendasi, publikasi penelitian, dan acara seminar. 
 
Sementara itu Dirjen Pendis, Kamarudin Amin mengatakan dalam penelitian metodologi sangat menentukan hasilnya. Ketika metodologi itu terpatahkan, teori yang dibangun juga akan terbantahkan. 
 
"Metodologi adalah sebuah keharusan dalam survei," katanya.
 
Menurutnya dimensi yang dikaji dalam penelitian tersebut sangat menarik. Hanya saja perlu didalami pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan apa saja yang diambil dalam penelitian ini. Juga, "Pertanyaan yang diajukan dengan hasil simpulan yang didapatkan apakah match?" ujarnya.

Bukan sesuatu yang mudah, kata dia, misalnya untuk mengetahui aspek religiusitas sangat luas spketrumnya, sehingga tidak cukup hanya dengan menyampaikan pertanyaan. Jawaban atau pernyataan responden belum tentu dikeluarkan secara objektif, sebab manusia terkadang menjawab dengan sesuatu yang dianggap ideal atau dianggap benar oleh publik, tetapi bukan realita.
 
Hal lainnya penting diperhatikan adalah instrumen yang digunakan seperti apa. Antara pemahaman dan pelaksanaan juga sesutau yang butuh kecakapan serta observasi, sehingga diperlukan waktu yang cukup untuk melakukan asesmen terhadap tingkat relijiusitas.
 
"Instrumennya harus kaya dan cukup untuk bisa mengekstrak pada kesimpulan agar tingkat akurasinya bisa dibuktikan," imbuhnya. (Red: Kendi Setiawan)