Nasional

Beberapa Alasan Pembelajaran Kembali di Pesantren di Era Normal Baru

Sab, 28 November 2020 | 01:00 WIB

Beberapa Alasan Pembelajaran Kembali di Pesantren di Era Normal Baru

Di pesantren santri berada di satu lokasi sehingga mempermudah untuk isolasi dan membatasi gerak keluar.

Jakarta, NU Online
Di masa pandemi Covid-19 ini, pesantren sudah lebih awal memasukkan santrinya kembali daripada lembaga pendidikan yang lain. Terdapat beberapa alasan atau pertimbangan mendasar yang membuat pesantren akhirnya berani melakukan hal itu.

 

Pertama, di pesantren santri berada di satu lokasi sehingga mempermudah untuk isolasi dan membatasi gerak keluar. Hal tersebut berbeda jika santri berada di rumah. Ini menjadi keuntungan pesantren.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Mubtaadiin Balekambang Jepara KH Miftahudin mengungkap pengalamannya saat awal-awal masa pandemi ketika ingin memulangkan santri-santrinya ke rumah.

 

Ketika itu, ia melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat terkait keinginannya meliburkan atau memulangkan santri-santrinya ke rumah. Ternyata, kata Kiai Miftah, ada seorang pejabat yang justru mengatakan bahwa pesantren lebih baik tidak meliburkan santri.

 

"Jadi lebih baik santri-santri itu berada di pesantren karena akan membatasi ruang gerak dan mempermudah untuk isolasi santri, daripada ketika mereka di rumah," ungkap Kiai Miftah dalam webinar Bedah Covid-19: Problematika, Isu dan Solusinya yang diselenggarakan oleh NU Peduli Covid-19 Jawa Tengah, pada Jumat (27/11) malam.

 

Pertimbangan kedua adalah kebutuhan pembelajaran tatap muka penting bagi pesantren. Kegiatan daring tidak selamanya bisa dilakukan. Sebab problemnya adalah tidak semua tempat atau domisili santri memiliki jaringan koneksi yang memadai. 

 

Selanjutnya, pertimbangan ketiga soal pergaulan santri. Kiai Miftah mendapat banyak laporan serta keluhan dari para wali santri bahwa pergaulan santri ketika di rumah tidak bisa terbatas dan terukur. Keempat terkait efek libur panjang yang juga menjadi masalah tersendiri bagi pesantren. 

 

"Karena ketika anak santri sudah kembali ke pesantren harus memulai kembali pembinaan-pembinaan karakternya," ujarnya.

 

Oleh karena itu, banyak pesantren yang memutuskan bahwa lebih baik santri dikembalikan terlebih dulu. Walaupun ketika itu, ada anjuran-anjuran dari pemerintah untuk tidak mengembalikan santri ke pesantren dulu. 

 

Hal yang harus dilakukan pesantren 
Akan tetapi, keputusan pesantren seperti itu juga berimbas pada beberapa hal yang harus dilakukan ketika mengembalikan para santrinya. Pertama, menyiapkan dan melaksanakan protokol kesehatan pada waktu kembalinya santri ke pesantren. 

 

"Makanya begitu awal-awal santri kembali ke pesantren, pada Juni-Agustus, hampir pesantren yang mengembalikan anak ke pesantren itu dengan memakai protokol kesehatan yang sangat ketat sekali. Ini melibatkan berbagai pihak seperti Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten," ungkapnya.

 

Hal tersebut dilakukan agar terjadi keterbukaan sehingga masyarakat menjadi tahu bahwa pesantren peduli terhadap Covid-19. Tidak hanya sekadar mengembalikan santri ke pesantren, tapi juga memikirkan mencegah penularannya.

 

"Sehingga bagi santri yang ketika itu melakukan rapid test dan reaktif, tidak boleh dulu kembali ke pesantren. Tapi dibawa kembali ke orangtuanya," jelas Kiai Miftah.

 

Kedua, membatasi kunjungan wali santri dan tamu di waktu pandemi. Pihaknya pun membatasi dan bahkan melarang pertemuan. Karena santri seluruhnya diisolasi dan tidak boleh berkomunikasi dengan orang-orang dari luar pesantren.

 

"Akan tetapi orang tua banyak yang tidak sabar. Sehingga perlu mengambil kebijakan yang win-win solution tapi juga tetap dalam koridor mencegah penularan Covid-19," jelasnya.

 

Ketiga, menjalankan kegiatan untuk menambah imunitas santri. Ia mencontohkan, banyak pesantren di masa pandemi yang memundurkan jadwal pembelajaran. Sebab, waktu pagi digunakan untuk berolahraga. Kemudian banyak pula pesantren yang menyediakan vitamin dan obat-obatan herbal dalam rangka mencegah penularan virus.

 

"Keempat, memberi pemahaman kepada santri mengenai Covid-19. Kami tidak segan-segan dan tidak henti-hentinya untuk memberikan pemahaman kepada santri terkait Covid-19," ungkap kiai yang menjadi pengurus di Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah ini.

 

Kelima, membiasakan budaya baru di lingkungan pesantren. Menurut Kiai Miftah, hal tersebut menjadi tantangan sendiri bagi pesantren. Jadi normal baru adalah membiasakan budaya baru di kalangan santri.

 

"Inilah yang selama ini dilakukan pesantren selama masa pandemi ini," pungkasnya.

 

Untuk diketahui, webinar yang juga disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Satgas NU Peduli Covid-19 ini dihadiri secara virtual oleh Ketua Satgas NU Peduli Covid-19 PBNU dr HM Makky Zamzami dan Ketua RMI NU Pati KH M Liwauddin.

 

Pewarta:  Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan