Nasional

Beberkan Kondisi Demokrasi di Indonesia, Savic Ali: Masalahnya Ada di Oligarki

Sab, 15 Oktober 2022 | 20:00 WIB

Beberkan Kondisi Demokrasi di Indonesia, Savic Ali: Masalahnya Ada di Oligarki

Ketua PBNU, Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) saat berbicara pada Forum Peningkatan Kualitas Demokrasi pada Temu Nasional (Tunas) Gusdurian, di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (15/10/2022). (Foto: NU Online/Aru Lego Triono)

Surabaya, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali) membeberkan bahwa kondisi demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini adalah melalui tiga pendekatan. Ketiga pendekatan itu berdasarkan dari slogan demokrasi yakni dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 


Pertama, dari rakyat. Indonesia masih bisa dikatakan sebagai negara demokrasi karena menggelar pemilihan umum secara rutin, lima tahun sekali. Setiap orang mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin yang dikehendakinya. Bahkan menurut Savic, Indonesia telah lebih dulu menjalankan demokrasi dari Amerika Serikat. 


"Tahun 1960-an, orang kulit hitam di Amerika tidak bisa nyoblos. Kita (di Indonesia) pemilu 1955, lelaki dan perempuan tidak ada batasan (semua bisa mencoblos). Amerika, kulit hitam tidak bisa nyoblos. Artinya, kita (unsur demokrasi) dari rakyat sudah dapat," ungkap Savic dalam Forum Peningkatan Kualitas Demokrasi pada Temu Nasional (Tunas) Gusdurian, di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (15/10/2022). 


Meski begitu, Savic mengungkapkan bahwa demokrasi di Indonesia terdapat masalah dari unsur oleh rakyat. Sebab struktur sosial di negeri ini masih banyak menganut sistem feodal, sedangkan demokrasi mengandaikan semua orang setara secara konstitusi. 


"Tetapi secara sosial, kita menganggap warga kita tidak setara. Kiai beda dengan santri. Priyayi beda dengan abangan. Secara sosial kita masih menganggap manusia tidak setara, sehingga hanya orang-orang yang levelnya secara sosial elite bisa memegang tampuk kepemimpinan," jelas Aktivis Reformasi 1998 itu.


Ia menegaskan, unsur kedua dari demokrasi (oleh rakyat) pada dasarnya adalah oleh elite-elite struktur sosial. Apabila orang-orang yang menjalani sebuah sistem dan berperan mewakili rakyat itu berasal dari strata sosial tinggi maka akan berpotensi menciptakan masalah. 


"Walaupun tidak selalu. Ada juga orang yang berasal dari kelas berbeda (lebih tinggi), tetapi komitmennya sama kuat terhadap kelas di bawahnya. Tapi itu masih problematik," imbuh Savic.


Kemudian, unsur demokrasi yang terakhir adalah untuk rakyat. Hal ini menurut Savic dapat dijadikan sebagai pegangan untuk menilai soal orientasi sebuah kekuasaan negara. Permasalahannya, jika kekuasaan berasal dari hasil kudeta maka akan terjadi masalah. Sebab akan tercipta oligarki sehingga orientasi kekuasaan bukan untuk rakyat.  


"Nah kita (demokrasi di Indonesia) dari rakyat bisa dibilang oke, oleh rakyat masih bisa kita bilang oke, tapi untuk rakyat? Itu pertanyaan besar. Kayaknya kok untuk diri mereka sendiri. Nah demokrasi bisa digugat di situ. Jadi parameternya di situ. Sejauh tiga hal ini relatif baik, maka masih bisa demokratis," ungkap Savic. 


"Tapi demokrasi pasti ada masalahnya. Kita mungkin sekarang menghadapi pada persoalan untuk rakyatnya. Oligarki. Itu demokrasi tidak mengarah pada rakyat, tapi pada kelompok tertentu. Kita kritik di situnya," pungkas Savic. 


Tunas Gusdurian 2022 berlangsung selama tiga hari yakni Jumat-Ahad, 14-16 Oktober 2022. Pada Sabtu (15/10/2022) hari ini digelar dua forum besar yakni Forum Isu Strategis serta Forum Tata Kelola Jaringan dan Resolusi.  


Kedua forum itu dibagi menjadi beberapa forum kecil. Para peserta Tunas Gusdurian diminta untuk memilih forum-forum yang disediakan dan menempati ruangan yang telah ditentukan di Komplek Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. 


Forum Isu Strategis berisi delapan kelas yakni (1) Isu Penguatan Toleransi dan Perdamaian; (2) Isu Peningkatan Kualitas Demokrasi; (3) Isu Penegakan Hukum, Keadilan, dan HAM; (4) Isu Pemenuhan Keadilan Ekonomi dan Sosial; (5) Isu Keadilan Ekologi; (6) Isu Pendidikan Berkualitas dan Membebaskan; (7) Isu Perwujudan Keadilan Hakiki dan Ketangguhan Keluarga, Perempuan dan Anak; (8) dan terakhir Isu Pribumisasi Islam.


Forum ini diselenggarakan untuk merumuskan kerangka kerja isu-isu strategis gerakan Jaringan Gusdurian serta membuat rekomendasi terhadap kebijakan di level lokal dan nasional yang terkait dengan isu-isu prioritas.


Forum Isu Strategis berlangsung mulai pukul 09.00-14 WIB. Kemudian dilanjut dengan Forum Tata Kelola Jaringan dan Resolusi hingga pukul 17.00 WIB.


Forum Tata Kelola Jaringan dan Resolusi dibagi menjadi tujuh kelas yaitu (1) Kode Etik dan SOP Jaringan Gusdurian; (2) Strategi Pengembangan Penggerak dan Komunitas Jaringan Gusdurian; (3) Strategi Pengembangan Jaringan Gusdurian; (4) Strategi Promosi/Diseminasi NPK Gus Dur dan Isu Prioritas; (5) Strategi Pengembangan Aliansi, Advokasi Kebijakan, dan Pendampingan Masyarakat; (6) Strategi Penguatan Gusdurian Peduli; (7) Forum Rekomendasi dan Resolusi Jaringan.


Hasil dalam Forum Rekomendasi dan Resolusi Jaringan nantinya yang akan dibacakan pada hari terakhir, Ahad (16/10/2022) besok. Rekomendasi Tunas Gusdurian 2022 inilah yang menjadi salah satu keluaran penting yang dihasilkan oleh Jaringan Gusdurian untuk Indonesia.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan