Nasional HARI SANTRI 2023

Cerita 3 Santri Kuliah Sambil Mondok: Mengejar Ilmu di Universitas dan Pesantren

Rab, 18 Oktober 2023 | 12:00 WIB

Cerita 3 Santri Kuliah Sambil Mondok: Mengejar Ilmu di Universitas dan Pesantren

Ilustrasi santri. (Foto: Dok. Pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, Jawa Tengah)

Jakarta, NU Online

Di tengah hiruk-pikuk perkotaan, di berbagai penjuru Indonesia, banyak pemuda dan pemudi yang memilih untuk mengejar pendidikan tinggi sambil menjalani kehidupan mondok di pesantren.


Keberadaan mereka yang mengikuti pendidikan tinggi di universitas sekaligus menjalani kehidupan pesantren dianggap sebagai bentuk perpaduan yang harmonis antara ilmu agama dan ilmu umum. Kehidupan sambil mondok tidaklah mudah. Mereka harus menjalani rutinitas harian yang padat yang meliputi kuliah di pagi hari dan pelajaran agama di malam hari.


Ini adalah cerita tentang mereka yang memiliki semangat luar biasa untuk mencari ilmu, baik di dunia akademis maupun di dunia pesantren.


Mutiara Nurul Azkia (21), seorang mahasiswi Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta merupakan salah satu potret perjuangan kuliah sambil mondok. Ia merupakan santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.


"Awalnya memang ingin mondok di Krapyak, karena sudah jatuh cinta sama Krapyak meski belum pernah menginjakkan kaki di Krapyak. Perasaan itu ada sejak saya mondok di Babakan Lebaksiu Tegal," ujarnya pada NU Online, Selasa (17/10/2023).


Meskipun sebelumnya ketika duduk di bangku sekolah menengah juga tinggal di pondok pesantren, Mutia masih tetap merasakan kaget, sebab kehidupan kuliah berbeda dengan sekolah.

 

"Dulu awal kuliah mulai tatap muka, karena salah satu mahasiswa angkatan pandemi, belum punya kendaraan, jadi harus naik bus Transjogja atau bonceng temen. Itu tantangan juga" tuturnya.

 

Lebih lanjut ia menceritakan bahwa penggunaan handphone dibatasi dari jam sembilan pagi hingga sebelum Maghrib. "Karena aku sambil fokus tahfiz, jadi penggunaan hp hanya dibatasi dari jam sembilan pagi sampai sebelum Maghrib," ujarnya.

 

Ia merasakan tantangan terbesar adalah melawan rasa capek dan membagi waktu "Biasanya pulang kuliah sudah capek, jadi buat berangkat ngaji atau murojaah itu harus dimotivasi oleh lingkungan. Bagi saya lingkungan bener-bener berpengaruh, karena kalo temen kita mengaji, kita jadi tergerak ikut ngaji. Intinya kalo kita terlena sama capeknya kita, terus lingkungan ga mendukung buat ngaji ya berarti belum bisa mengamalkan pesannya Bapak Warson Munawwir," paparnya.


Mengingat kegiatannya yang padat, supaya tidak kewalahan, ia mengaku tugas perkuliahan langsung dikerjakan saat itu juga, tidak menunda-nunda. Menurutnya untuk bisa membagi waktu caranya niat dan memposisikan sesuatu sesuai prioritas.


"Khusus pagi sampai sore sebelum Maghrib saya fokuskan ke kuliah, termasuk mengerjakan tugas-tugas kuliah. Tetapi sebelum kuliah, saya harus mengaji dulu, entah itu murajaah atau ziyadah, pokoknya ngaji dulu. Baru setelah Maghrib sampai malam sebelum tidur, saya fokusin buat kegiatan pondok," ungkap mahasiswi yang juga meraih Medali Perunggu Olimpiade Kimia OASE PTKIN 2023.

 

"Kuliah sama mondok itu sama-sama menuntut ilmu. Bedanya, kalau kuliah plus mondok kita dapat ilmu dobel, dunia dapat, akhirat juga dapat. Bahkan Bapak Warson Munawwir, pendiri pondok saya, beliau berpesan, kalian jangan berniat kuliah sambil mondok, tapi mondok sambil kuliah. Sekilas sederhana, tapi sebenarnya berat. Karena buat menyeimbangkan keduanya itu butuh effort yang sangat besar," pungkas.


Sementara itu, Aditia Anggit (21), seorang Mahasiswa Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga santri Ma'had Mihrobul Muhibbin Ciputat mengaku kuliah sambil mondok memberikan dampak yang besar pada dirinya.


"Saya jadi bisa membagi waktu, lalu saya merasa lebih maksimal dalam mencari ilmu di dunia perantauan karena saya mendapatkan dua ilmu sekaligus selama merantau yaitu ilmu umum dan agama. Dengan mondok saya merasa mendapatkan lingkungan yang sangat positif selain itu saya menjadi lebih terpacu untuk rajin belajar matkul kuliah dan matkul pondok," ujarnya.


Menurutnya, kuliah dan mondok tidak berat, terpenting bisa membagi waktu, jangan menunda-nunda pekerjaan. "Membagi waktu dan membuat skala prioritas menjadi hal penting yang saya lakukan. Saya juga mencatat kegiatan apa saya yang akan saya lakukan dalam satu hari ini," ungkapnya.


Kemudian Iski Nur Safitri (22), santri Pondok Pesantren Nurul Hikmah Semarang menjelaskan, bahwa keputusannya untuk kuliah sambil mondok bukan hanya untuk alasan efisiensi waktu dan pengeluaran, tetapi juga sebagai upaya untuk hidup yang lebih terstruktur.

 

"Kuliah di luar kota, rasanya sayang jika hanya digunakan untuk belajar. Selain itu, ini juga membantu saya untuk menjaga diri dan mengurangi rasa kesepian di negeri orang," ujar Iski yang baru saja  lulus dari Kesehatan Masyarakat Undip.


Dalam pengalaman kuliah sambil mondoknya, Iski juga menemukan manfaat lain yang signifikan. "Mondok membantu saya untuk menjauhi lingkungan negatif dan aktivitas yang tidak produktif," katanya.


Namun, tantangan juga datang seiring dengan perjalanan ini. Ada saat-saat di mana merasa tertekan atau cenderung memilih salah satu di antara dua dunia yang mereka jalani. Terutama bagi aktivis kampus seperti Iski, pengorbanan dalam waktu dan energi bisa menjadi hal yang sulit diputuskan.


Iski menegaskan bahwa komitmen adalah kuncinya. "Saya selalu mengutamakan kegiatan kuliah di atas segalanya. Namun, jika ada tugas yang sangat mendesak di pesantren, saya akan meminta izin terlebih dahulu," katanya.


Menurutnya, prioritas adalah hal yang sangat penting, menentukan apa yang lebih penting dalam setiap waktu adalah kunci agar perjalanan kuliah sambil mondok berjalan dengan lancar.


"Kadangkala alasan mengabaikan pelajaran di pondok adalah karena aktivitas ekstrakurikuler di luar perkuliahan. Dengan mengetahui prioritas kita, kita dapat berkomitmen untuk menjalankan peran kita di kampus dan pesantren dengan penuh tanggung jawab," paparnya.