Nasional

Cinta Sejati Tidak Identik dengan Pacaran

Jum, 18 Agustus 2023 | 09:00 WIB

Cinta Sejati Tidak Identik dengan Pacaran

Ilustrasi: Cinta sejati terwujud ketika sudah terjalan dalam pernikahan (Foto: dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Ustadzah Imaz Fatimatus Zahra (Ning Imaz) berpendapat cinta sejati tidak identik dengan pacaran, sebab tidak ada cinta sejati selain dalam ikatan pernikahan. Cinta sejati juga bersifat melindungi marwah perempuan dan menjaga martabat laki-lagi.


"Kalau cinta tidak berdasar regulasi pada syariat (pernikahan), justru bisa menimbulkan obsesi dan mengekang, kemudian bisa merugikan individu satu sama lain," ujar Ning Imaz dalam video yang diunggah di kanal Facebook NU Online diunggah Rabu (16/8/2023).


Oleh karena itu untuk mewujudkan cinta sejati, menurut Ning Imaz, juga diperlukan komitmen untuk mempertahankanya. 


Sementara itu Ustadz di Pondok Pesantren Mambaul Hikmah Kendal, Gus Rifqil Muslim menegaskan, terlepas berdasarkan nafsu atau tidak, cinta tanpa ikatan yang sah tidak bisa disebut cinta sejati, karena tidak mengatasnamakan Tuhan.


"Dan kalau ada ikatan yang sah itu pasti cinta sejati, dan cinta sejati yang bisa everlasting," ujar alumnus Pascasarjana UIN Walisongo Semarang ini.


Founder dan Filler of AIS Nusantara Women’s Fiqh Studies, Ning Dhomirotul Firadusi menyatakan, kalau masih sekolah atau mondok dan memendam perasaan cinta, lebih baik jangan diungkapkan. Kalau ternyata sama-sama suka, akhirnya nanti pacaran.


"Cukup mengubahnya menjadi karya, misalnya tertarik dengan siapa gitu jadikanlah puisi, atau jadikanlah motivasi untuk belajar atau bisa dijadikan penyemangat untuk thalabul (mencari) ilmu," ujar perempuan.


Seorang mahasiswa IPMAFA Pati Jateng, Nur Ziyanah mengatakan sangat setuju dengan pendapat ketiga tokoh di atas. Menurutnya sekarang ini banyak muda-muda yang kebablasan jika cinta itu identik dengan pacaran. Konsekuensinya hubungan suami istri di luar nikah.


"Bahkan beberapa waktu lalu, malah muncul berita bahwa anak-anak menuntut dispensasi menikah di bawah umur di berbagai daerah karena hamil duluan," ujarnya.


"Menurut saya penguatan karakter di lembaga pendidikan sangat penting, agar anak tidak kehilangan arah dan karakter. Mungkin kalau bisa, anak dipondokkan saja, karena pondok pesantren merupakan kawah candra dimuka dalam pembentuk karakter selama ini," tambah Nur Ziyanah.

 

Dia mengakui dari kecil hingga dewasa saat ini belum pernah pacaran sama sekali. Karakter seperti ini ia dapatkan dari saat ia masih nyantri di Al-Husna Kajen, Margoyoso, Pati, Jateng.