Nasional

Covid-19 Melonjak, Penting Dukung Kesehatan Mental Nakes

Sel, 6 Juli 2021 | 16:00 WIB

Covid-19 Melonjak, Penting Dukung Kesehatan Mental Nakes

Ketua Satgas Covid-19 PBNU dr Makky Zamzami. (Foto: Satgas Covid-19 PBNU)

Jakarta, NU Online 

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dr Muhammad Makky Zam-Zami mengatakan, pada situasi pandemi Covid-19 isu kesehatan mental tenaga kesehatan (nakes) merupakan isu yang vital dan mendesak untuk diperhatikan. Sebabnya, dukungan kesehatan mental kepada tenaga kesehatan juga wajib menjadi perhatian bagi pemangku kebijakan di fasilitas kesehatan. 


"Artinya memang harus ada satu gebrakan kesadaran untuk kita semua, dan juga harus ada satu arahan, komando yang jelas dari pemerintah terkait sistematis penanganan ledakan kasus Covid-19 ini," kata dr Makky saat dihubungi NU Online, Selasa (6/7).


Menurutnya, tidak sedikit dari nakes menghadapi berbagai pemicu stres, baik internal maupun eksternal. Di antara kedua hal itu yang menjadi pemicu utama penurunan kesehatan psikologis nakes adalah kondisi kerja yang penuh tekanan, jauh dari keluarga, berbagai berita yang beredar, serta kondisi sosial masyarakat.


"Semua yang terkait dengan kondisi-kondisi tidak normal di masa pandemi sangat berpotensi menyebabkan kegelisahan bahkan mempengaruhi tingkat stres kami (nakes)," tutur Wakil Ketua Lembaga Kesehatan (LK) PBNU itu. 


Ia juga mengungkapkan, sebagai garda terdepan dalam penanganan pandemi membuat nakes menjadi individu pertama yang sangat rentan terkena dampak Covid-19, bukan hanya pada segi fisik, akan tetapi juga mental dan psikologis. Dengan tekanan yang begitu besar, nakes membutuhkan dukungan kesehatan mental yang lebih besar dari hari-hari biasa mereka bekerja.


"Sering kali saya diselimuti kegundahan. Di satu sisi, saya pelayan kesehatan yang punya tanggung jawab melayani pasien. Namun di lain sisi, saya juga sama-sama manusia yang masih berharap keselamatan," ungkapnya. 


Lebih lanjut, dia menyampaikan hal memprihatinkan lainnya adalah di tengah lonjakan kasus harian yang terus bertambah, angka ketersediaan oksigen justru turun. Ada rumah sakit yang melakukan penghematan besar-besaran, tetapi tidak sedikit pula yang malah kehabisan. 


"Kawan saya di salah satu rumah sakit kehabisan oksigen dan itu membuat beberapa pasien tidak terselamatkan," ungkapnya. 


Oleh karena itu, pada situasi genting seperti ini, kata dia, dunia medis mengambil tindakan pemilihan pada pasien yang disebut triage bencana. Ia menjelaskan bahwa triage bencana adalah teknik penilaian dan pengklasifikasian tingkat kegawatan korban bencana. Penyelamatan pasien akan dilakukan berdasarkan tingkat peluang bertahan hidup.


"Jadi, dalam triage pasien yang memiliki potensi terselamatkan lebih besar didahulukan, sementara yang kondisinya sudah sangat parah justru menjadi prioritas belakangan," terang dr Makky. 


Dijelaskannnya, hal demikian dilakukan sebagai upaya pengantisipasian. Sebab, pasien-pasien tersebut akan menghabiskan sumber daya dan fasilitas yang luar biasa besar dan lama, sedangkan potensi kesembuhannya kecil sekali. Karenanya, sumber daya dan fasilitas justru diberikan pada yang potensi kesembuhannya lebih besar.


"Memang di satu sisi dokter seolah-olah kejam, namun sebetulnya kita melakukan diagnosa berdasarkan prognosis peluang kesembuhan yang lebih besar sehingga ketika life support (fasilitas kesehatan) itu terbatas, maka kita akan memberikan kepada pasien yang tingkat kesembuhannya tinggi," pungkas dr Makky. . 


Kontributor: Syifa Arrahmah 
Editor: Syakir NF