Nasional

Dekan Tarbiyah UIN Jakarta: Santri Berpaham Agama Moderat

Sen, 23 September 2019 | 09:30 WIB

Dekan Tarbiyah UIN Jakarta: Santri Berpaham Agama Moderat

Dekan Tarbiyah UIN Jakarta, Sururin (Foto: NU Online/M Syakir Niamilah)

Tangerang Selatan, NU Online
Di era milenium ini, santri tetap teguh menjaga karakternya sebagai pelajar yang memperdalam berbagai ilmu agama. Ajaran agama Islam yang dipahami oleh santri tentu saja ajaran Islam moderat. Berbagai referensi dan interaksi langsung dengan masyarakat adalah kuncinya.
 
"Santri berpaham agama moderat. Mereka belajar berbagai referensi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Inilah yang menjadikan santri berpaham moderat," kata Sururin, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saat membuka Al-Arabiyyah lil Funun di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin (23/9).
 
Moderasi beragama, lanjutnya, harus dikembangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan beragama di manapun. Santri sebagai pelanjut pengetahuan agama yang moderat, menurutnya, harus menjadi garda terdepan dalam mengembangkan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan.
 
Hal itu terwujud karena para santri mengedepankan relijiusitas sebagai salah satu karakter utama santri. "Karakteristik utama seorang santri harus paham agama dengan baik," katanya.
 
Selain itu, karakter lain santri adalah tawadu. Etika seorang santri tawadu kepada guru-gurunya dengan berharap mendapatkan berkah.  Menurutnya, jika ada santri tidak memiliki karakteristik tawadu maka perlu dipertanyakan kesantriannya.
 
"Sikap tawadu, santun, harus dikembangkan. Baik dalam dunia pendidikan, berinteraksi berelasi," katanya dalam kegiatan yang digelar oleh Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
 
Di samping itu, santri juga berkarakter mandiri. Pasalnya, para santri sudah terbiasa mengatur dirinya sendiri dan orang lain saat tinggal di pondok pesantren. Menurutnya, jika tidak berhasil mengatur, santri akan tergilas zaman.
 
"Karakteristik mandiri harus ditingkatkan dan dikembangkan," ujarnya.
 
Terakhir, Sururin mengungkapkan bahwa santri juga memiliki karakter sederhana dan penuh kekeluargaan. Mereka terbiasa sederhana dalam menjalani kehidupannya di tengah hedonisme yang merebak. Sederhana, katanya, buka berarti tidak punya. Santri juga mempunyai rasa kekeluargaan, kebersamaan yang tinggi.
 
"Ini menjadi pilar yang paling dominan yang ada dalam diri sendiri. Beberapa pesantren ada yang memiliki karakteristik tersendiri, seperti kewirausahaan," pungkasnya dalam kegiatan bertema Meneguhkan Peran Strategis Santri dalam Mengembangkan Bahasa Arab di Era Milenial untuk Indonesia Berkemajuan.
 
Di akhir sambutannya, Sururin membuka acara tersebut dengan membaca basmalah dilanjutkan dengan memukul gong sembilan kali.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan