Nasional HALAQAH FIQIH PERADABAN

Di Halaqah Fiqih Peradaban, Kiai Afifuddin Jelaskan Dialektika Hukum Islam

Sab, 15 Oktober 2022 | 12:00 WIB

Di Halaqah Fiqih Peradaban, Kiai Afifuddin Jelaskan Dialektika Hukum Islam

KH Afifuddin Muhajir (paling kiri) pada Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Mahasiswa An-Nur, Surabaya. (Foto: NUO/ISt)

Surabaya, NU Online

Salah satu titik Halaqah Fiqih Peradaban yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) adalah di Pesantren Mahasiswa An-Nur, Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (15/10/2022). 


Berbeda dengan halaqah di tempat lain, tema kali ini adalah Negara Bangsa dan Posisi Warga Negara dalam Fiqih Siyasah. Sedangkan narasumber yang dihadirkan adalah KH Afifuddin Muhajir, KH Ulil Abshar Abdalla, Masdar Hilmy, dan sebagai pembicara kunci yakni KH Miftachul Akhyar. 


Saat menyampaikan materi pertama, Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir menjelaskan bahwa hingga kini hukum Islam mengalami sejumlah dinamika dan dialektika sesuai kawasan yang ada. 


"Jauh sebelum Indonesia merdeka, NU telah menyelenggarakan bahtsul masail untuk menjelaskan apakah negeri ini sebagai darul harbi atau daulah islamiyah," katanya.


Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur tersebut menjelaskan awal kali saat Nabi Muhammad saw berada di Madinah.


"Yang dibangun pertama oleh Nabi Muhammad adalah masjid sebagai tempat untuk menyimpan ayat Al-Qur’an dan sarana pendidikan," ungkapnya.


Berikutnya adalah mempersaudarakan antara kalangan Muhajirin dan Anshar. Karena sebelumnya di kawasan Madinah terdapat dua suku besar yang saling berseteru yakni Aus dan Khazraj. Hal yang juga perlu dicatat bahwa selama di Madinah, Nabi Muhammad saw berhasil menyatukan kalangan Muslim dan Yahudi dengan konstitusi yakni mitsaqu Madinah.


Lebih lanjut, Kiai Afif menjelaskan bahwa prinsip dari konstitusi adalah musyawarah, keadilan dan kesetaraan, serta kebebasan. Demikian pula hukum seharusnya tidak diskriminatif kepada seluruh warga negara yakni diperlakukan sama secara hukum.


Di Indonesia, sesuatu yang bisa dijadikan contoh adalah Pancasila yakni keberadaannya tidak bertentangan dengan syariat, sesuai dengan syariat dan syariat itu sendiri. 

 

Di ujung keterangan, Kiai Afif menjelaskan hubungan agama dan negara yang bersifat simbiosis. "Bahwa agama memerlukan negara, demikian juga negara membutuhkan agama," tandasnya. 


Hal yang berbeda pula dari halaqah kali ini adalah dihadiri Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. 


Kontributor: Syaifullah Ibnu Nawawi
Editor: Kendi Setiawan