Nasional

Fakta Miris Perlakuan Petugas Bea Cukai kepada Para Pekerja Migran di Bandara

Sab, 25 Maret 2023 | 18:00 WIB

Fakta Miris Perlakuan Petugas Bea Cukai kepada Para Pekerja Migran di Bandara

Aktivis Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Pendiri Migrant Care, Anis Hidayah. (Foto: komnasham.go.id)

Jakarta, NU Online

Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid alias Alissa Wahid menceritakan pengalaman saat kopernya diaduk-aduk oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan di Bandara Internasional Soekarno Hatta usai melakukan perjalanan dari Taiwan.


Peristiwa itu terjadi pada 2019-2020. Kala itu, Alissa diperiksa pihak Bea Cukai Bandara Soekarno-Jatta dan diminta membuka kopernya. Alissa kembali teringat setelah banyak orang yang ramai-ramai mengeluhkan pelayanan Bea-Cukai.


"Suatu ketika saya pulang dari konferensi di Taiwan. Di Cengkareng, saya diarahkan menuju meja pemeriksaan yang di dalam itu. Mbak petugas nanya: 'Kamu pulang kerja ya di Taiwan? Berapa lama kerja di sana? Bawa apa saja? Buka kopernya'," kata Alissa dalam akun twitter pribadinya. 


Perlakuan miris dan diskriminatif oleh petugas Bea Cukai kepada para pekerja migran Indonesia (PMI) di bandara juga diungkap oleh Pendiri Migrant Care, Anis Hidayah. Menurut Anis, kejadian yang menimpa Alissa Wahid merupakan gambaran nyata yang dialami pekerja migran selama ini.


"Mbak Alissa menceritakan itu ya begitulah bagaimana cara petugas kita di bandara memperlakukan pekerja migran selama ini," kata Anis dihubungi NU Online, Sabtu (25/3/2023).


Anisa kemudian menceritakan perjalanan panjang pekerja migran mendapat perlakuan diskriminatif oleh petugas Bea Cukai saat tiba di bandara usai pulang bekerja dari luar negeri.


Dulu tahun 1999 punya kebijakan terminal 3 khusus TKI. Di situ perlakuan petugas keji sekali harus bayar, banyak ditipu jadi kejahatan terorganisasi. Pertengahan tahun 2000 terminal TKI dihapus pindah nama terminal 4.


Prinsipnya sama ada jalur khusus bagi pekerja migran dipaksa tukar uang, dipaksa beli barang, beli pulsa, pendataan bayar, transportasi ke daerah juga harganya 3 kali lipat.


"Jadi mereka (petugas) memanfaatkan posisi rentan dan lemah buruh migran. Pada 2014 Migrant Care melakukan advokasi cukup panjang terminal TKI dihapuskan. Tidak ada lagi terminal TKI, KPK kemudian melakukan OTT, Migrant Care  juga turut terlibat," ungkap Anis.


Tahun 2014 setelah terminal TKI dihapus pelayanan petugas Bea-Cukai belum sepenuhnya berubah. Pekerja migran tetap diperlakukan sama. Ada pola-pola yang sama saat petugas Bea-Cukai melihat penampilan pekerja migran dari Timur Tengah atau Asia Timur, Hongkong, Taiwan. 


"Kalau kopernya besar dan barangnya banyak itu diintimidasi, dibongkar paksa dan lain sebagainya. Perlakuan diskriminatif itu sering terjadi sampai hari ini," kata Anis yang kini menjabat Komisioner Komnas HAM itu.


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui pelayanan Bea Cukai yang belum sepenuhnya ideal di lapangan. Kemenkeu pun meminta maaf kepada Alissa Wahid.


Atas peristiwa itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo meminta maaf kepada Alissa Wahid. Pihaknya mengakui pelayanan Bea Cukai belum sepenuhnya ideal di lapangan. Namun ia memastikan komitmen untuk melakukan pembenahan layanan.


"Secara formal, tidak ada kebijakan pelayanan seperti itu. Ditjen Bea Cukai punya standar pelayanan yang baik, sesuai dengan protokol internasional dan best practice. Bahwa di lapangan masih belum sepenuhnya ideal, kami akui dan mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Kami berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan pelayanan," katanya di Jakarta, Selasa (21/3/2023) lalu.

 

Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad