Nasional

Ferdy Sambo Bisa Lepas dari Jerat Hukuman Mati dalam KUHP Baru?

Sel, 14 Februari 2023 | 17:30 WIB

Ferdy Sambo Bisa Lepas dari Jerat Hukuman Mati dalam KUHP Baru?

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, memasuki ruangan menjelang sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022) lalu. (Foto: Antara via kompas.tv)

Jakarta, NU Online

Pakar hukum pidana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Setya Indra Arifin berpandangan bahwa vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim kepada Ferdy Sambo tetap bisa dilakukan, jika para penegak hukum termasuk aparat negara konsisten dalam mengeksekusi putusan yang telah ditetapkan. 


“Konsistensi para penegak hukum termasuk pula aparat negara yang akan melaksanakan atau mengeksekusi putusan terhadap kasus ini penting,” jelas Indra kepada NU Online, Selasa (14/2/2023).


“Konsistensi dan komitmen ya lebih tepatnya,” sambungnya. 


Hal ini mengacu pada keresahan masyarakat yang mengaitkan hukuman mati Ferdy Sambo dengan aturan tentang pidana percobaan 10 tahun terkait hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. 


Meskipun terdapat pembaruan dalam UU KUHP, menurut Indra, dalam kasus Sambo KUHP baru tidak dapat diterapkan begitu saja sebab sifat norma dalam UU itu ada prasyaratnya. Dalam prasyarat tentu ada penilaian yang dilakukan oleh negara dan aparaturnya.


“Jadi aturan yang ada di KUHP baru juga tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja,” ucapnya. 


Undang-Undang KUHP yang disahkan pada 6 Desember 2022 lalu itu baru akan diberlakukan pada Januari 2026. Dalam UU KUHP baru itu terdapat aturan yang memberikan masa tenggang tiga tahun sebelum KUHP lama yang saat ini masih digunakan dinyatakan tidak berlaku.


Dalam Pasal 100 Ayat (1) UU KUHP yang baru disebutkan, hakim bisa menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun dengan mempertimbangkan tiga hal. Pertimbangan tersebut adalah pertama, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Kedua, peran terdakwa dalam tindak pidana. Ketiga, alasan yang meringankan. 


Artinya, jelas Indra, KUHP baru mengatur bahwa terpidana hukuman mati tidak bisa langsung dieksekusi. Mereka memiliki hak untuk menjalani masa percobaan dengan penjara selama 10 tahun. 


“Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan,” bunyi dalam UU KUHP baru.


Pasal 100 ini juga menyatakan, masa percobaan dimulai satu hari setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah).


Terkait itu, Indra juga tak memungkiri bahwa ada kemungkinan aturan baru yang dapat meringankan sebagaimana yang telah disebutkan. “Benar. Karena jika ada perubahan UU, maka yang diberlakukan adalah UU yang paling meringankan bagi terdakwa,” terangnya. 


Namun hal itu, ia bilang dapat dibantah lewat komitmen  dan perspektif yang kuat terhadap kasus-kasus kejahatan yang tidak bisa dianggap biasa. 


“Komitmen terhadap penegakan hukum kasus-kasus kejahatan yang dilakukan atau yang pelakunya oleh aparat penegak hukum itu butuh perspektif kuat. Harus ada perlakuan yang juga tidak biasa,” tegas Indra.


Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan vonis mati terhadap Ferdy Sambo bisa diturunkan jika belum dieksekusi saat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru diberlakukan pada 2026 mendatang. 


Pasalnya, pasal 100 KUHP baru tentang pidana mati menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.


“Ya bisa kalau belum dieksekusi selama 3 tahun itu (sampai 2026). Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik bisa menjadi seumur hidup. Kan itu UU yang baru,” kata Mahfud dalam keterangannya.


Mahfud menjelaskan, jika seseorang menjalani proses hukum yang belum inkrah lalu ada perubahan peraturan, maka yang berlaku adalah hukuman yang lebih ringan kepada terdakwa. Kendati demikian, menurut Mahfud hal tersebut tidak penting.


Terkait pasal 100 dalam KUHP baru, pengacara kondang Hotman Paris mengaku bingung dengan dalil hukum yang dibuat dalam pasal tersebut. Pasalnya, terpidana hukuman mati tidak langsung dieksekusi, malah ada celah untuk lolos dari hukuman.


“Setiap pasal di KUHP Pidana yang baru ini gue pusing, nalar pidananya gimana, bagaimana orang-orang yang buat Undang-Undang ini,” ucap Hotman mengawali videonya. 


Menurut Hotman, apa artinya vonis hukuman mati jika tak bisa langsung eksekusi. Apalagi, hal itu membuka celah bagi terpidana untuk melakukan apapun demi mendapatkan surat keterangan kelakuan baik.


Pewarta: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad