Nasional GEMPA CIANJUR

Gempa Cianjur Telan Banyak Korban, Mitigasi Bencana Lemah? Ini Penjelasan LPBINU

Kam, 24 November 2022 | 22:30 WIB

Gempa Cianjur Telan Banyak Korban, Mitigasi Bencana Lemah? Ini Penjelasan LPBINU

Gempa di Cianjur Jawa Barat meluluhlantakkan rumah-rumah penduduk pada Senin (21/11/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 
Gempa bumi yang belum lama ini mengguncang Kabupaten Cianjur menimbulkan kerusakan dahsyat. Puluhan ribu rumah warga dan infrastruktur publik hancur. Gempa dengan magnitudo (M) 5,6 yang terjadi pada Senin (21/11/2022) itu juga menelan banyak korban jiwa.


Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa sebanyak 271 orang meninggal dunia, 2.046 orang luka-luka, dan sebanyak 62.545 orang mengungsi.


Pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU), M Ali Yusuf, menilai dampak kerusakan akibat bencana gempa tersebut menunjukan mitigasi bencana yang lemah.


“Karena kalau upaya mitigasinya kuat dan berhasil, maka dampaknya akan kecil,” kata Ali kepada NU Online, pada Kamis (24/11/2022).


Terpisah, Ketua LPBI PBNU, Tubagus Ace Hasan Syadzily, menilai lemahnya mitigasi bencana di Indonesia harus dijadikan evaluasi bersama.


“Memang kita tidak siap sebagai bangsa yang berada pada Ring of Fire, di mana gempa ini merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi di mana dan kapan saja di Indonesia. Ini harus dijadikan pelajaran bagi kita semua. Sebagai bangsa kita harus memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana,” ungkapnya dalam tayangan Dialog Indonesia Bicara | Penanganan Pasca Gempa Cianjur.


“Memang paradigma kita masih didominasi oleh respons dan tanggap darurat bencana. Tetapi, masih belum mengedepankan aspek mitigasi bencana, tindakan preventif,” imbuh Ace.


Ia menilai, perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana atau mengedepankan aspek mitigasi dapat dibentuk bukan saja melalui sosialisasi tentang bagaimana menghadapi kesiapsiagaan bencana, tetapi juga memastikan sistem pengetahuan kebencanaan yang betul-betul solid.


“Misalnya, soal bagaimana riset terhadap geologi kita yang dapat mendeteksi potensi bencana di beberapa titik. Dari situ kita bisa merancang sebuah tata ruang yang memang bisa melakukan adaptasi kemungkinan terjadi bencana,” papar Ketua Umum Ikatan Alumni Syarif Hidayatullah (IKALUIN) Jakarta itu.


Secara kemampuan analitikal keilmuan kebencanaan, ia menilai bahwa Indonesia sudah sangat mumpuni. Kendati demikian, prosesnya perlu terus didorong dan difasilitasi oleh banyak pihak terkait.


“Baik oleh BNPB, BMKG, dan semua stakeholders untuk menguatkan aspek preventifnya. Dari situlah kita bisa menentukan kebijakan baik pembangunan dan lainnya yang lebih memiliki resiliensi ketahanan kita menghadapi bencana,” ujarnya.


Pendekatan tersebut, kata dia, harus mengkombinasikan bukan saja aspek pembangunan infrastruktur semata. Tetapi, juga harus memastikan dukungan satu kajian komprehensif.


“Misalnya, kalau di daerah yang memiliki potensi bencana, tentu sulit untuk memindahkan karena itu adalah tanahnya. Tapi setidaknya, di daerah yang mungkin terjadi patahan atau sesar yang berpotensi besar pada bencana maka kita harus ciptakan rumah yang tahan terhadap bencana,” tuturnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori