Nasional

Gus Baha: KH Munawir Ingin Punya Santri Ahli Qur'an sekaligus Fiqih

Sen, 5 Desember 2022 | 06:05 WIB

Gus Baha: KH Munawir Ingin Punya Santri Ahli Qur'an sekaligus Fiqih

KH Bahaudin Nursalim atau yang kerap disapa Gus Baha. (Foto: IG gusbahastory)

Yogyakarta, NU Online 
KH M Munawir dikenal sosok ahli Al-Qur'an yang mencintai kitab kuning (Ilmu fiqih). Fakta ini terlihat dari sikap KH Munawir yang suka ikut ngaji kitab Fathul Mu'in. Supaya santrinya juga ikut mengaji fiqih.


Hal ini diceritakan oleh KH A Bahauddin Nursalim atau Gus Baha saat Haul ke-35 KH Ali Maksum di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (3/12/2022).


"Dulu itu ketika saking kepinginnya KH Munawir agar santri Al-Qur'an itu juga ngaji kitab maka ketika ada santri Lirboyo atau santri mana saja yang ngajar Fathul Mu'in maka KH Munawir itu ikut ngaji. Sebagai percontohan agar santri-santri itu senang ngaji fiqih," katanya.


Gus Baha menambahkan, saking cintanya dengan Al-Qur'an sekaligus fiqih, akhirnya putri KH Munawir bernama Nyai Rr Hasyimah menikah dengan KH Ali Maksum dari Lasem. 


KH Ali Maksum sosok yang ahli kitab kuning karena alumni Tremas Pacitan dan murid Sayid Alwi Abbas Al-Maliki, ayah Sayid Muhammad Alwi Abbas Al-Maliki.


"Mbah Maimoen sering cerita ke saya tentang kecintaan KH Munawir ke Al-Qur'an dan kitab kuning," imbuhnya.


Menurut Gus Baha, keinginan KH Munawir agar santri yang mendalami dan hafal Al-Qur’an juga mengkaji fiqih dari kitab kuning cukup beralasan. Hal ini kemudian terwujud dalam sosok KH Ali Maksum yang ahli kitab kuning. Mengarang kitab shorof juga. Belajar Al-Qur'an perlu bantuan ilmu shorof dan fiqih.


Dulu orang belajar Al-Qur’an tidak beralih jika belum tahu sisi halalnya mana dan haramnya mana. Ini penting karena ada hal yang fatal jika tidak tahu. Semisal bab khamar yang memiliki tiga periode dalam tahapan proses pengharamannya. Sebelum diharamkan secara mutlak, khamar disebut nikmat. Inilah pentingnya diperhatikan ayat mansukh dan nasikh.


Lalu jika orang yang hafal Al-Qur'an hanya berpegang ke mansukh saja dan koar-koar berpedoman pada Al-Qur'an, itu problem. Dulu Sayyidina Ali memantau beberapa masjid, lalu ada guru atau ustadz ditanya apakah ia mengerti nansakh-mansukh? Dijawab tidak, kata Ali, kamu rusak dan merusak. 


"Ada yang bilang, ia mondok hafalan Al-Qur'an kok disuruh belajar fiqih. Lalu muncul pembagian, itu orang Al-Qur'an dan itu orang fiqih. Padahal fiqih itu sumbernya Al-Qur’an. Ada banyak cerita-cerita, tanpa ingin merendahkan, hafidz, hafidzah, hamalatul Qur'an, hamilat ini ada masalah fiqih keseharian. Kalau dulu tidak ada," beber Gus Baha.


Dikatakan Gus Baha, pekerjaan rumah sebagai ahli Qur'an belum selesai hingga saat ini, utamanya implementasi sebagai panutan. Punya kemampuan mencerahkan di tengah masyarakat, sehingga ketika masyarakat melihat ahli Al-Qur'an menemukan sosok yang bisa dicontoh.


"Saya sering dikeluhkan beberapa kiai, termasuk Kiai Kafabi Lirboyo yang pernah cerita. Ada seorang perempuan yang takut muntah saat hamil, pas shalat ngunyah permen. Karena tidak ngaji, maka tidak tahu kalau makan permen membatalkan shalat," tandas Gus Baha.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin