Nasional

Gus Miftah Jelaskan Pentingnya Punya Sahabat Yang Mengajak Kebaikan

Jum, 29 Juli 2022 | 16:00 WIB

Gus Miftah Jelaskan Pentingnya Punya Sahabat Yang Mengajak Kebaikan

Gus Miftah saat mengisi acara di Kongres III Pergunu di Ammanatul Ummah Pacet. (Foto: NU Online/Suwitno)

Kendal, NU Online
KH Miftah Maulana Habiburrahman atau lebih dikenal dengan Gus Miftah mengajak umat Islam untuk mencari sosok sahabat yang tidak hanya ada ketika butuh, tapi juga tetap ada ketika semua orang menjauh. Hal ini juga dikatakan oleh Ibnu Athoillah Askandary.

 

"Janganlah kamu bersahabat dengan orang yang keadaannya tidak membuatmu rajin bersemangat dan ucapannya tidak mengingatkanmu kepada Allah," ujar Gus Miftah dalam acara Peringatan Hari Jadi Kabupaten Kendal ke 417 tahun yang digelar saat penutupan Pekan Raya Kendal 2022 di Stadion Utama Kebondalem Kendal, Jawa Tengah. Ahad (28/7/2022).

 

Gus Miftah mengaku sering mengatakan carilah sahabat, bukan teman ataupun pacar. Teman adalah seribu orang yang datang ketika kamu senang. Pacar yaitu satu orang yang bisa menjadikan kamu melupakan seribu orang. Dan hanya sahabat yang ketika seribu orang pergi hanya dialah yang menemani,

 

“Dalam podcast bersama Deddy Corbuzier saya pernah mengatakan, sahabat itu seperti mata dan tangan. Mata menangis, tangan mengusap. Tangan terluka, mata menangis,” ucap kiai nyentrik ini.

 

Dalam kesempatan tersebut, Gus Miftah juga memberikan apresiasi kepada pemerintahan Kabupaten Kendal khususnya Bupati yang telah menghadirkan banyak tokoh Habib dan Kiai di hari jadi kotanya.

 

"Rusaknya negara, rusaknya sebuah pemerintahan disebabkan rusaknya para Umaro dan pemimpin. Maka mohon maaf, kalau ingin daerahnya baik maka harus dipimpin oleh Umaro yang baik. Ciri-cirinya yakni dia yang mau dekat dengan ulama," lanjut Pimpinan Pesantren Ora Aji Yogyakarta itu.

 

Menurut Gus Miftah, rusaknya pemimpin bisa disebabkan oleh rusaknya ulama. Maka jika ingin umaronya baik, harus dikawal oleh ulama yang baik. Sejarah mencatat, di Demak ada Raden Patah yang menjadi Raja besar sebab dikawal oleh Walisongo.

 

Lebih lanjut ia mengibaratkan ulama dan umaro itu seperti tangan. Umaro seperti jari telunjuk, karena dengan kekuasaannya dia bisa menunjuk. Sedangkan ulama itu ibarat jari tengah, berdekatan supaya dapat memberi nasehat.

 

Gus Miftah juga menjelaskan tentang sikap yang harus dilakukan oleh warga jika tidak sepakat dengan sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

 

“Kalau kemudian Bupati punya salah, kritiklah dengan cara yang baik. Kalau ada kebijakan lalu kita tidak setuju, buatlah kontra narasi dengan cara yang baik. Bahkan Nabi Harun dan Nabi Musa memberikan nasehat kepada Fir'aun dengan cara yang baik," tegasnya.

 

Menurutnya, di Indonesia ini ada dua laju ‘inflasi’. Pertama, inflasi mencaci maki begitu tidak suka dengan pemerintah. Kedua, ketika sudah tertangkap polisi terjadilah inflasi minta maaf.

 

"Maka berpikirlah kamu sebelum berbuat," pungkasnya.

 

Kontributor: Ibnu Khaerudin
Editor: Aiz Luthfi