Nasional

Hadapi Covid-19, Imam Besar Istiqlal Ajak Umat Islam Beragama secara Rasional

Sel, 7 September 2021 | 05:00 WIB

Hadapi Covid-19, Imam Besar Istiqlal Ajak Umat Islam Beragama secara Rasional

Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar.

Jakarta, NU Online

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta KH Nasaruddin Umar mengajak umat Islam untuk beragama secara rasional dan proporsional dalam menghadapi krisis di tengah pandemi Covid-19. Ia menekankan agar dalam menguasai agama harus komprehensif dengan penguasaan ilmu fiqih dan ushul fiqih. 


“Mari kita menguasai ushul fiqih, tidak hanya menguasai fiqih. Kalau kita memahami fiqih tanpa ushul fiqih itu juga akan menimbulkan persoalan. Tapi beragama itu harus komprehensif, fiqih dan ushul fiqih harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan,” tuturnya dalam Dialog Virtual Nasional Lintas Agama yang digelar Badan Pengelola Masjid Istiqlal, pada Selasa (7/9/2021).


Penguasaan ilmu agama yang komprehensif itu, menurutnya dapat menjadikan agama sebagai faktor untuk menciptakan kebersamaan dan mengusir penyakit. Namun, jika agama dipahami secara keliru maka akan berpotensi menimbulkan kebalikannya. 


Ia menilai bahasa agama sangat efektif untuk digunakan di dalam masyarakat Indonesia pada masa-masa krisis pandemi Covid-19. Bahkan, jika tanpa penggunaan bahasa agama maka masyarakat Indonesia yang beragama ini akan terancam krisis partisipasi. 


“Jika kita akan menggapai partisipasi besar dan aktif dari masyarakat, terutama dalam masa krisis, gunakanlah bahasa agama. Bahasa politik, bahasa pemerintah, bahasa birokrasi sulit untuk menjangkau hati masyarakat. Justru pada saat sekarang ini, kita sangat perlukan bahasa-bahasa agama,” tegas Kiai Nasar.


Hukum takwini dan tasyri’i


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat dua hukum yang harus diikuti yakni takwini atau hukum alam dan tasyri’i atau hukum syariat. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang diberi kemampuan untuk mematuhi kedua hukum itu.


“Semua makhluk seperti malaikat, jin, pohon, langit, bumi, semuanya hanya tunduk ke satu-satunya hukum yaitu hukum takwini. Manusia karena berlapis-lapis kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan maka perlu kedua hukum itu untuk mengatur kehidupannya karena menjadi seorang khalifah. Ditunjuk Allah untuk mengayomi bumi ini, maka harus ada hukum tasyri’i,” terang Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Dikatakan, hukum tasyri’i bersifat ikhtiari sedangkan takwini bersifat paksaan. Karena itu, manusia harus benar-benar tunduk kepada dua hukum tersebut. Ia menegaskan, manusia tidak cukup hanya tunduk kepada hukum alam tetapi harus tunduk pula kepada hukum syariat. 


Kiai Nasar menjelaskan bahwa hukum paling asasi bagi makhluk Allah adalah hukum takwini. “Contohnya, bahasa agama kita dalam Islam, dalam masjid ini kita dianjurkan untuk merapatkan shaf shalat. Itu sabda Rasulullah, rapatkanlah barisan. Bahu dengan bahu, kaki dengan kaki,” tuturnya. 


Namun, pandemi Covid-19 terdapat aturan protokol kesehatan yang harus dipatuhi seperti menjaga jarak ketika shalat. Kiai Nasar menuturkan bahwa hukum yang mengatur agar umat Islam berjarak ketika shalat disebut sebagai hukum takwini. Sedangkan yang mengatur untuk merapatkan shaf adalah hukum tasyri’i. Dalam masa krisis seperti sekarang ini, hukum takwini mesti dikedepankan. 


“Kita memang dianjurkan ke masjid, tetapi di era seperti sekarang ini, terutama di zona merah, dianjurkan untuk tidak ke masjid, apalagi kalau di situ zona hitam, lebih utama kita mempertahankan kesehatan. Lebih utama kita menjaga dan memelihara diri daripada mengejar pahala,” katanya.


Ia mengutip kaidah dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih. Artinya, menolak bahaya lebih diutamakan daripada mengejar manfaat. Dalam masa krisis ini, ia menganjurkan agar umat Islam tidak menyalahkan apa pun tetapi berusaha untuk sama-sama mengutamakan untuk menolak bahaya. 


“Loh kok pasar ramai tapi masjid tidak boleh (didatangi)? Mungkin pergi ke pasar itu wajib karena ada anak yang harus hidup dengan minum susu. Tidak ada penjual susu di masjid. Adanya di pasar. Ini satu contoh manakala berhadap-hadapan antara hukum takwini dengan tasyri’i dalam kondisi darurat yang dimenangkan adalah hukum takwini,” katanya.
 

“Jangan kita terbalik. Mendahulukan yang sunnah daripada yang wajib. Dalam beragama, yang wajib itu harus didahulukan kemudian yang sunnah,” pungkas Kiai Nasar.


Untuk diketahui, dalam acara yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Masjid Istiqlal ini hadir pula Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI H Nizar Ali secara daring. 


Selain itu, perwakilan pemimpin agama di Indonesia hadir secara luring di ruang Masjid Istiqlal, yakni Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom, Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Mgr Ignatius Suharyo, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) Budi Tanuwibowo, Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya, dan Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wisnu Bawa Tenaya.

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF