Nasional

Hadapi Isu Negatif, Saatnya Pesantren Jadi Pemain Media di Era Digital

Sab, 2 Juli 2022 | 10:00 WIB

Hadapi Isu Negatif, Saatnya Pesantren Jadi Pemain Media di Era Digital

Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag, Waryono Abdul Ghofur saat menyampaikan sambutan dalam Halaqah Pengelolaan Media pada Kamis (30/6/2022) malam di Palembang. (Foto: NU Online/Zidni Nafi')

Palembang, NU Online
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatra Selatan, Syafitri Irwan, mengatakan bahwa pesantren saat ini harus memainkan peran di era digital 5.0. Sebab, semua aspek sosial kehidupan sudah mulai beradaptasi dengan teknologi berbasis internet.


Irwan mengatakan hal tersebut di hadapan 70 perwakilan pesantren di Pulau Sumatra dalam acara Halaqah Pengelolaan Media Pesantren untuk Diseminasi Moderasi Beragama, yang digelar di Kota Palembang, Sumatera Selatan.


“Pesantren harus memainkan peran di ruang kosong tersebut. Kalau tidak ambil peran, maka ada kepentingan lain yang akan dijejali dengan informasi melalui kepentingan-kepentingan yang bisa menyengsarakan banyak orang,” ujarnya ketika menyampaikan sambutan pada Kamis (30/6/2022) malam.


Kakanwil Kemenag Sumsel Syafitri Irwan menjelaskan, situasi sekarang ini mengharuskan semua warganet aktif di media sosial, termasuk juga bagi kalangan pesantren.


Karena itu, Irwan sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan Halaqah Pengelolaan Media. Bagi dia, kegiatan semacam ini sangat bermanfaat untuk kaderisasi di pesantren.


“Mudah-mudahan pesantren tidak hanya berperan menanamkan keilmuan kepada para santri. Tetapi juga mencetak santri yang moderat dan menjadi perekat Republik Indonesia,” harap pria yang sebelumnya menjabat Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Palembang itu.


Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Ditjen Pendis Kemenag, Waryono Abdul Ghofur, mengatakan bahwa pesantren adalah institusi yang bagus, mulia dan berkontribusi kepada bangsa.


“Sayangnya, informasi yang keluar justru lebih banyak hoaksnya, meskipun memang ada berbagai informasi yang perlu dibenahi,” kata Waryono dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan halaqah tersebut.

Menurut dia, ada beberapa paradoks di era media sosial. Salah satu di antaranya kita dijejali informasi yang terkadang tidak sempat mempelajarinya lebih jauh. Begitu muncul berita berisi ayat dan hadis, seolah sebuah kebenaran.


“Bahkan, jari kita pun tidak sabar untuk share dan tidak sempat saring. Makanya, kita diharuskan tabayun,” terang mantan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Sunan Kalijaga ini.


Waryono menilai, belakangan kalangan pesantren dimainkan oleh media, misalnya diinformasikan kurang baik tentang suatu isu, sehingga tidak bisa berkutik dengan alasan tawadhu’. Akhirnya, yang muncul di media adalah berita-berita negatif.


“Di era informasi ini, kita ingin menjadi pemain atau orang yang dimainkan? Jika ingin menjadi pemain, maka harus memiliki skill (keterampilan) mengelola media,” tegas pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, ini.


Selama halaqah, peserta didampingi tiga narasumber ahli di bidang media, yakni Zamzami Almakki (Desainer dan Dosen Universitas Multimedia Nusantara), Susi Ivvaty (Wartawan dan Founder Alif.id), dan Muhammad Zunus (Redaktur NU Online). Halaqah diagendakan tiga hari, Kamis-Sabtu, 30 Juni-2 Juli 2022.


Kontributor: M Zidni Nafi’
Editor: Musthofa Asrori