Nasional

Hakikat dan Pahala Memperbanyak Baca Shalawat di Bulan Sya'ban

Ahad, 11 Februari 2024 | 19:30 WIB

Hakikat dan Pahala Memperbanyak Baca Shalawat di Bulan Sya'ban

Ilustrasi bulan Sya'ban. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Sya’ban merupakan salah satu bulan yang diistimewakan dalam Islam. Sya’ban juga dikenal sebagai bulannya Nabi Muhammad. Sebab di bulan ini, Allah menurunkan perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad, sebagaimana yang tertulis dalam Surat Al-Ahzab ayat 56.


إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."


Berdasarkan ayat tersebut, banyak ulama sepakat bahwa bulan Sya’ban adalah bulannya shalawat kepada Nabi Muhammad, mengingat ayat di atas diturunkan pada bulan Sya’ban.


Menurut Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus sekaligus Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PCNU Purworejo Ustadz Muhammad Hanif Rahman, hakikat memperbanyak shalawat di bulan Sya’ban semata-mata untuk memuliakan manusia dengan apa yang diimaninya. 


Hakikat shalawat yang dibaca umat Islam untuk Nabi Muhammad adalah perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang yang telah memberi nikmat kepada umat Islam, bukan seperti menolong atau mendoakan Rasulullah.  Hal ini dijabarkan Ustadz Hanif dalam tulisannya di NU Online berjudul Sya'ban Bulan Shalawat Perspektif Sayyid Muhammad.


Di dalam tulisan itu, Ustadz Hanif mengutip Sayyid Muhammad yang menukil ungkapan Syekh Izzuddin ibn Abdussalam dalam kitab Madza fi Sya'ban, halaman 26-27, sebagai berikut:


"Syekh Izzuddin ibn Abdussalam berkata: Bershalawat kepada Rasulullah bukanlah syafa'at dari kita untuk Rasulullah, karena manusia seperti kita tidak dapat memberi syafa'at kepada yang lainnya. Melainkan Allah memerintahkan kita untuk mukafa'ah atau memberi balasan dan berbuat baik kepada orang yang telah memberi nikmat kepada kita. Jika tidak mampu untuk membalasnya, kita diperintahkan untuk mendoakannya agar Allah yang memberi balasannya atas kebaiknya pada kita. Karena ketidakmampuan kita untuk membalas Nabi Muhammad, maka kemudian Allah memerintahkan kita untuk mencintainya dan bershalawat kepadanya supaya shalawat kita kepadanya menjadi balasan atas kebaikannya kepada kita. Namun, tetap saja tidak ada kebaikan yang lebih utama dibanding kebaikan Nabi Muhammad.”


Selain itu, ada pula pahala yang akan diberikan apabila umat Islam memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad. Salah satu balasan pahala itu adalah satu banding sepuluh. Hal ini tertuang dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan Imam Muslim, “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan membalasnya dengan 10 shalawat."


Dengan demikian, shalawat yang ditujukan kepada Nabi bukan berarti mendoakan atau memberi syafa'at kepadanya, melainkan karena ketidakmampuan seorang Muslim untuk membalas segala jasa Nabi Muhammad. 


Shalawat menjadi ungkapan terima kasih seorang Muslim kepada Nabi Muhammad yang tak mungkin dapat terbalaskan atas segala kebaikanya. Sebab berkat jasa Nabi Muhammad, manusia mendapat hidayah dan petunjuk lewat perantara lisannya yang mulia.