Nasional LITERASI DIGITAL

Hati-hati Cari Rujukan di Google, Berikut Langkah yang Perlu Diperhatikan

Kam, 1 September 2022 | 06:30 WIB

Hati-hati Cari Rujukan di Google, Berikut Langkah yang Perlu Diperhatikan

Kegiatan literasi digital di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Rabu (31/8/2022).

Kediri, NU Online

Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Abdullah Syamsul Arifin mengatakan bahwa metode belajar dan dakwah harus sesuai dengan zaman. 


Namun, meskipun begitu ia mengingatkan bahwa digital dengan perangkatnya termasuk internet boleh digunakan, tapi tidak boleh dijadikan guru. Untuk menentukan guru, harus ada tatap muka, untuk memastikan tersambungnya sanad. 


"Jadi proses belajar dan dakwah harus memiliki semangat sesuai dengan apa yang jadi kebutuhan masa kini dan menjawab tantangan masa depan," jelas Gus Aab, panggilan akrabnya saat acara literasi digital di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Rabu (31/8/2022).


Menurutnya, pesan yang ia sampaikan ini sesuai dengan pesan dari ulama besar Habib Ali Al-Jufri. Mengikuti arus, tapi jangan terbawa arus. Ini ciri khas NU agar karakter dan identitas tidak luntur dan hilang.


Dikatakan, pembelajaran kitab kuning mutlak dilakukan sebagai bekal dakwah, hanya cara belajarnya beda. Dulu ingin melihat hadis sahih harus buka berbagai kitab dan melewati proses cukup panjang. 


Sekarang dari satu laptop dan handphone bisa melacak ayat Al-Qur'an dan hadis beserta takhrij-nya. Artinya hal semacam ini tidak boleh ditinggalkan, tapi dimanfaatkan secara baik semisalnya menggunakan maktabah syamilah.


"Awalnya tulisan di maktabah syamilah dimasukkan oleh orang Arab Saudi, sekarang kitabnya diisi juga dengan aliran Ahlussunah wal Jamaah. Ini namanya cerdas," ungkap tokoh asal Jember ini.


Ia menambahkan, kalau mau dasar menggunakan fasilitas digital maka bisa menggunakan dasar At-Taubah 122:


وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ


Di ayat di atas ada dua kata kunci yaitu tafaqquh fiddin dan liyundziru qaumahum. Maksudnya setelah mendalami agama, maka ada aktivitas dakwah yang dilakukan. Kedua kata ini menggunakan fi'il mudhori yang menunjukkan waktu saat ini dan akan datang, zaman hal dan istiqbal. Ada aktivitas yang terus berlanjut.


"Belajar dan dakwah itu harus sesuai zaman hal (saat ini) dan zaman akan datang, masa depan. Ini cocok dengan konsep digital," kata Gus Aab.


Dia mewanti-wanti perlu kehati-hatian dalam mencari ilmu di google. Karena kalau tidak memiliki kemampuan menyaring maka bisa tersesat. Sebab google akan mengarahkan pencari kepada website secara umum yang terkadang menyesatkan. 


"Google hanya bisa menunjukkan website atau konten yang kita cari, tapi google tidak bisa menjelaskan maksud dari konten secara detail. Terkadang maksud konten tidak sesuai dengan ajaran kita," tegasnya 


Secara rinci, ada tiga sasaran dakwah, sesuai Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 125. Pertama, orang awam, cukup dengan contoh yang baik dan tidak perlu dalil-dalil yang banyak. Kedua, khowas, dakwah dengan hikmah, hujjah, dalil, argumen. Sasaran ketiga, para penentang, ajak debat, adu argumentasi dengan hikmah dan kebaikan. 


"Era digital, ketiga sasaran dakwah ini gabung jadi satu. Pilih metode sesuai sasaran dakwah. Pengguna aktif internet di Indonesia lebih dari 200 juta," imbuh Gus Aab.


Sementara itu, Ketua PC GP Ansor Kota Kediri, Agus H. Izzul Maula Dliyaulloh menambahkan tips cakap dakwah di era digital pertama harus menguasai materi dan kedua cara dakwah dengan metode digitalisasi.


Terkait materi ada dua poin yang perlu kita teliti, pertama terkait kemasan atau wadah materi. Wataknya manusia itu suka melihat bagian luarnya. Ayam goreng yang dibungkus secara baik dan menarik tentu akan lebih menarik. Padahal belum tentu isinya lebih baik, terpenting bungkusnya baik. Ini menandakan bahwa dakwah digital harus dikemas dengan baik. 


"Cara dakwah menarik bisa dengan judul, iklan, narasinya, pengambilan videonya ataupun orang yang di video  Isi juga perlu diperhatikan akan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Perlu juga ada penguat isi dari data dan pendapat para ahli," tandas Agus.


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad