Nasional

Idul Adha Ikut Arab Saudi? Ini Penjelasan Gus Baha

Rab, 28 Juni 2023 | 09:00 WIB

Idul Adha Ikut Arab Saudi? Ini Penjelasan Gus Baha

Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (Foto: IG @gusbahaonline)

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa Idul Adha tidak harus ikut keputusan pemerintah Arab Saudi. Meskipun padang Arafah dan pelaksanaan ibadah haji hanya ada di Arab Saudi.


Gus Baha beralasan karena Arab Saudi dan Indonesia memiliki matlak yang berbeda. Matlak adalah tempat terbitnya benda-benda langit (rising place). Matlak juga bisa dikatakan batas daerah berdasarkan jangkauan dilihatnya hilal atau dengan kata lain matlak adalah batas geografis keberlakuan rukyat.


"Misalnya Idul Adha di Arab Saudi adalah Selasa. Mungkin ada internal hisab mengatakan hari Selasa sudah lebaran. Itu boleh. Asal jangan berdasarkan ikut Arab Saudi, menurut saya ini keliru. Karena beda matlak," jelas Gus Baha dikutip dari Santri Gayeng, Rabu (28/6/2023).


Gus Baha menjelaskan, ia tidak melarang seseorang melakukan ibadah shalat Idul Adha bersamaan dengan Arab Saudi asalkan karena hitungan ilmu hisab. Tidak asal ikut saja tanpa ada dasar keilmuan yang kuat.


Sebab negara Arab Saudi matlak dan tanggalnya berbeda dengan Indonesia. Sebab lain, karenanya bulan munculnya dari arah Barat. Sehingga lebih baik lebaran ikut hitungan hisab sendiri bukan asal-asalan. Karena manusia memang ditakdirkan Allah berbeda. Allah membuat hukum berdasarkan matlak masing-masing.


"Jika matlakmya berbeda, itu tidak bisa disamakan. Cuma saya menerima perbedaan. Hanya saja jangan beralasan ikut Arab Saudi. Namun, berdasarkan hisabnya beda hasil. Karena jika terpaut satu atau dua hari masih sah menurut Imam Nawawi," tegas Gus Baha.


Secara sederhana, kata Gus Baha, waktu shalat lima waktu saja berbeda antara Indonesia dengan Arab Saudi. Saat Indonesia sudah malam, di Arab Saudi masih siang. Ketika di Indonesia sudah subuh, di Arab Saudi orang masih tidur.


Ketika masyarakat Indonesia melihat matahari terbit, belum tentu negara lain juga melihat matahari terbit. Bahkan di daerah kutub Selatan dan Utara jarang melihat matahari.


"Tidak bisa hanya karena Arab Saudi itu sentral (pusat) terus ikut sana bab Idul Adha. Kalau ikut sana, maka shalat subuh di Indonesia jam sembilan atau sepuluh pagi. Sementara ketika di Indonesia salat subuh pukul 5, di Arab Saudi orang masih tidur," imbuh Gus Baha.


Gus Baha mengatakan alasannya menerima argumentasi jika seseorang lebaran Idul Adha sama dengan Arab Saudi setelah melakukan hisab karena bisa jadi secara hitungan hisab hari tersebut seharusnya terlihat hilal karena hilal di atas tiga derajat. Namun, karena mendung hilal terhalangi, apalagi kalau hujan. 


"Logikanya begini, saya contohkan Ramadhan, semisal hari ini adalah Senin dan mulai Ramadhan secara hisab. Ahad kemarin tanggal 29 dan mendung sehingga jadi tidak jelas. Lalu istikmal (disempurnakan). Kamu istikmal Ramadhan hari Senin atau Selasa? Kan Selasa. Berdasarkan metode hisab sudah boleh puasa Senin," jelasnya.


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad