Pasuruan, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar menjelaskan keunikan dari cara dakwah ulama dalam menyebarkan Islam di Nusantara.
Menurutnya, proses dakwah yang dilakukan oleh para ulama bisa dibilang santai, namun langsung mengena sehingga mudah diterima masyarakat.
“Indonesia dakwah santai tidak seperti dakwah, tidak tabligh akbar, majelis taklim juga tidak. Orang-orang kampung diajak kendurenan, diajak ngopi, yang sakit dijenguk disuwuk. Meskipun terlihat hanya seperti ngobrol, ngopi, kenduren, tapi hasilnya nyata,” ungkap Kiai Marzuki, Kamis (26/9).
Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek, Kota Malang ini mengatakan hal itu pada pembukaan Lokakarya Internasional dan Pelatihan Metodologi Islam Nusantara yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Ta’tif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Jawa Timur bersama dengan Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara (Aspirasi) dan Universitas Yudharta Pasuruan.
Kiai Marzuki mengatakan bahwa siapapun yang dalam berdakwah namun tidak mengerti akan rasa dan budaya sebetulnya membuat jalan hidayah bagi objek dakwah menjadi tertutup.
“Ulama, ustadz atau siapapun yang dakwah tidak mengerti kultur, yang dakwah tidak mengerti rasa, yang dakwah tidak mengerti budaya, sebetulnya merekalah yang menjadi hijab turunnya hidayah, sebetulnya mereka lah yang menjadi penyebab orang non Muslim tidak masuk Islam,” jelasnya.
“Al-Islam mahjubun bil Muslimin dalam artian Islam terhalang dakwahnya penyebabnya karena perilaku sebagian umat Islam,” urainya.
Atas dasar itu, menurut Kiai Marzuki, cara dakwah NU selalu menjaga keharmonian antara tiga elemen, yakni keislaman, kemanusiaan (basyariyah), dan kebangsaan (wathaniyah).
“Harus imbang harmoni antara keislaman, kebangsaan (wathaniyah), dan kemanusiaan,” tegasnya.
Dikatakan, selain menjaga keharmonisan dalam hal tersebut, NU akan selalu berdakwah dengan menjaga keutuhan bangsa dan negara. Sebab jika keadaan suatu negara dalam keadaan tidak stabil, dakwah agama pun akan terganggu pula.
“Berislam dengan cara yang bisa mengancam keutuhan bangsa, berislam dan berdakwah dengan cara yang bisa membahayakan kedaulatan negara itu bukanlah pilihan NU. Sebab jika negara sampai ruwet, agama juga akan ruwet,” urainya.
Dalam pandangan dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang tersebut, substansi agama adalah ketulusan.
“Ad-din an-nashihah. Apa yang namanya agama? Yang namanya agama adalah ketulusan. Yang bukan ketulusan itu dagelan, yang bukan ketulusan itu sandiwara,” katanya pada acara yang berlangsung di Universitas Yudharta Pasuruan tersebut.
Selain itu, Kiai Marzuqi juga mengajak hadirin untuk tidak sampai melupakan jasa dari guru diniyah. Hal ini dikarenakan peran dan jasa mereka dalam mengenalkan dan mengajarkan agama.
“Islam Nusantara adalah Islam yang mengapresiasi jasa dari guru-guru meskipun penampilan mereka sangat sederhana. Tetap hormati mereka, karena merekalah yang mengajar ilmu agama kepada kalian. Karena mereka itu guru kalian, dan mereka yang mengenalkan lidahmu dan ruhmu kepada Allah. Oleh karena itu, hormatilah mereka,” pungkasnya.
Pewarta: Ahmad Hanan
Editor: Ibnu Nawawi