Nasional

Kasus di Jagakarsa Mendesaknya Penanganan Serius Anak Korban Konflik Rumah Tangga

Ahad, 10 Desember 2023 | 08:00 WIB

Kasus di Jagakarsa Mendesaknya Penanganan Serius Anak Korban Konflik Rumah Tangga

Ilustrasi kasih sayang keluarga terhadap anak. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Tragedi meninggalnya empat orang anak secara bersamaan yang dibunuh ayahnya masih menyisakan banyak teka-teki. Namun, sebelum peristiwa pilu itu terbongkar, istri terduga pelaku atau ibu dari empat anak tersebut diduga mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).


Persoalan KDRT sempat dilaporkan pihak keluarga ke polisi bahkan laporan tersebut sudah pada tahap pemeriksaan. Namun di tengah pemeriksaan, pelaku meminta penundaan dengan dalih harus menjaga dan menunggu keempat anaknya karena istrinya dirawat di rumah sakit.


Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono mempertanyakan respons kepolisian menyikapi laporan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KPAI juga menyoroti pemahaman polisi terkait perihal penanganan anak yang ada pada keluarga berkonflik.


"Disampaikan warga, ibu dari anak anak tersebut masuk rumah sakit akibat KDRT. Sejauh mana penanganannya? Apakah ada proses penahanan pelaku? Kalau tidak ditahan karena alasan Apa?" ujarnya kepada NU Online, Sabtu (9/12/2023).


Aris menuturkan, berdasarkan mandat Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, jika menemukan anak dalam keluarga berkonflik, maka anak tersebut masuk ke dalam kategori perlindungan khusus anak. Sebab itu perlu diketahui sejauh apa pemahaman masyarakat dan petugas dalam soal memastikan pentingnya anak untuk dihindarkan sementara dari konflik orang tuanya.


Aris mengungkapkan hasil monitoring di lokasi tempat kejadian perkara (TKP) oleh KPAI pada Kamis (7/12/2023) menemukan, sebenarnya banyak lembaga layanan yang dibentuk dan ada di tengah masyarakat untuk melindungi anak. Namun, minim sistem deteksi terpadu yang mampu merespon bersama soal KDRT yang meninggalkan pengasuhan anak.


Dalam kasus KDRT yang menyertakan korban anak di dalamnya seharusnya ada shelter yang ditetapkan sebagai tempat anak korban KDRT dan SOP dalam pengembalian anak ke orang tua kalau kasus penyebab KDRT sudah ditemukan.


Selain payung hukum dan hal teknis, Aris menyatakan bahwa yang paling berat lagi dalam kasus KDRT yang menyertakan korban anak adalah tidak adanya anggaran dalam kasus KDRT. Kalau ada anggaran hal itu akan membawa sensitivitas, kepekaan, responsif, dan inisiatif di lapangan untuk segera menyelamatkan anak dalam keluarga KDRT.


"Anggaran soal anak masih belum maksimal bahkan sangat tertinggal. Seringkali, tidak ada petugas yang merasa ditugaskan untuk mengintervensi kondisi keluarga seperti kasus di Jagakarsa itu. Jika terbiasa tidak dianggarkan, maka petugas akan kesulitan dalam melaksanakan berbagai tugasnya dalam satu kasus saja," terang Aris.


KPAI mendorong agar Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) segera terbentuk di kepolisian. Tujuannya agar kewenangan dan anggaran bertambah sehingga inisiatif, kepekaan, responsif, payung kebijakan dalam menindaklanjuti persoalan keluarga, terutama anak lebih menyeluruh dalam setiap kasus.


Diberitakan, empat anak ditemukan tewas di sebuah rumah tempat tinggal mereka dengan orangtuanya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2023). Keempat anak tersebut dibunuh oleh ayahnya Panca Darmansyah (41). Sebelumnya, Devnisa Putri, ibu dari keempat anak tersebut diduga mengalami KDRT sehingga terluka parah dan dirawat di rumah sakit pada Sabtu (2/12/2023).