Nasional

Kelelahan Akibat Forsir Perbanyak Ibadah Sunnah Jadi Penyebab Tingginya Kematian Jamaah Haji

Sel, 17 Mei 2022 | 23:15 WIB

Jakarta, NU Online

Tingginya kematian yang dialami oleh jamaah haji Indonesia salah satunya disebabkan oleh semangat yang tinggi untuk menjalankan ibadah sunnah oleh jamaah haji yang memiliki risiko tinggi atau memiliki penyakit bawaan kardiovascular dan pernapasan. Akibatnya ketika berada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang membutuhkan energi fisik besar, banyak jamaah haji yang meninggal.


Kepala Pusat Kesehatan Haji Indonesia Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Budi Sylvana menjelaskan tingkat kematian jamaah haji Indonesia dalam 10 tahun terakhir sekitar 2 per mil. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan India yang tingkat kematiannya hanya 1 per mil atau Malaysia yang pada 2019, tingkat kematian jamaah hajinya 0,3 per mil.


Budi menjelaskan, terdapat periode kritis di mana terjadi peningkatan jumlah kematian jamaah haji.  Periode seluruh pelaksanaan ibadah haji dari kloter pertama berangkat sampai kloter terakhir pulang berlangsung lebih dari 70 hari. Awalnya, tingkat kematian rendah. Namun, grafik kematian meningkat mulai hari ke-25 dan memuncak pada ritual ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Lalu seiring dengan berjalannya waktu dan kepulangan jamaah, jumlah kematian semakin menurun. 


"Apakah betul orang harus meninggal sakit jantung saat di Arafah?" tanyanya kepada para peserta Bimbingan Teknis Penyelenggara Haji Ibadah Haji 2022 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (17/5/2022).


Karakter jamaah haji bermacam-macam. Ada orang yang sering menjalankan umrah sehingga mereka bisa mengelola ibadah dengan baik. Namun, ada yang baru pertama kali pergi ke Arab Saudi sehingga mereka berusaha memaksimalkan ibadah selama di sana, apalagi biaya untuk berangkat haji mahal untuk ukuran banyak orang.


Karena memforsir tenaganya untuk ibadah sunnah, seperti umrah, maka mereka justru kelelahan ketika menjalani ritual haji di Arafah, Muuzdalifah, dan Mina. Jamaah harus berjalan kaki dalam cuaca panas dan padat sekitar 7 kilometer selama tiga hari. Akibatnya, bagi yang kondisi badannya telah melemah, jamaah haji berisiko tinggi rentan mengalami kematian.


"Atlet saja satu hari sebelum bertanding, mereka beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuhnya," ujarnya.


Kemenkes menargetkan penurunan tingkat kematian jamaah haji menjadi satu per mil. Terdapat tiga langkah yang dilakukan. Pertama dengan mengedukasi para jamaah untuk menyesuaikan aktivitas dengan kondisi fisiknya.


Kedua, dengan konsolidasi bidang kesehatan dari tingkat kloter sampai dengan PPIH Kementerian Kesehatan dan Kemenag. Salah satunya, Budi mengusulkan supaya bidang layanan kesehatan disatukan dalam bimbingan haji.


Terakhir, lanjutnya, menyiapkan fasilitas layanan kesehatan, obat-obatan, dan logistik.


Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Syakir NF