Nasional

Kelompok Masyarakat Harus Mau Jadi Pengawas Kebijakan

Rab, 6 November 2019 | 15:00 WIB

Kelompok Masyarakat Harus Mau Jadi Pengawas Kebijakan

Dosen Program Studi Hubungan Internasional pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Robi Sugara saat menyampaikan materi dalam Kegiatan Pelatihan Menulis Kertas Kebijakan oleh Civil Society Against Extremism (C-Save) di Hotel Horison Pasar Baru, Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Rahman)

Jakarta, NU Online

Tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia cukup signifikan. Kekuatan itu tak boleh didiamkan, namun harus dipergunakan untuk mendorong kemajuan bangsa. Tidak hanya itu, kekuatan masyarakat juga perlu dimanfaatkan untuk mengawal semua kebijakan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, termasuk kebijakan yang diinisiasi oleh legislator.

 

Kehadiran masyarakat untuk mengawasi kebijakan-kebijakan sangat diperlukan, karena akan mempengaruhi implementasi kebijakan itu sendiri. Masyarkat harus memastikan adanya kebijakan itu dapat meningkatkan kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat.

 

Dosen Program Studi Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Robi Sugara menuturkan bahwa kekuatan masyarakat yang diwakili oleh organisasi masyarakat (Ormas) harus mulai berfikir ke arah yang lebih substansial seperti memikirkan nasib rakyat Indonesia atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang diberlakukan.

 

Hal itu dapat diawali dengan membuat langkah-langkah strategis untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai bisa menimbulkan masalah krusial. Langkah itu misalnya Ormas terlibat dalam menyuarakan keadilan, kebenaran, hak asasi manusia, gender dan isu-isu pokok lain yang menjadi kebutuhan masyarakat luas.

 

“Kayak misalkan situasi aman, itu misalkan. Apakah ada persoalan kemasyarakatan akibat kebijakan yang merugikan. Dalam arti keadilan sosial, ketidak sepakatan bisa dilakukan dengan berbagai cara,” kata Robi ditemui NU Online seusai menyampaikan materi dalam Kegiatan Pelatihan Menulis Kertas Kebijakan oleh Civil Society Against Extremism (C-Save) di Hotel Horison Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (6/11).

 

Selama ini, lanjut Robi, pemerintah mulai memandang kelompok masyakat sebagai perangkat penting dalam mengeluarkan kebijakan. Sebut saja saat pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah mendengar betul bagaimana usulan masyarakat. Meskipun masih ada pula sejumlah kebijakan yang tidak memperdulikan usulan rakyat, yakni perubahan UU KPK.

 

“Suara masyarakat itu penting, dan mereka (masyarakat) harus bersuara,” katanya.

 

Ia menjelaskan, hal utama yang perlu disuarakan kelompok masyarakat antara lain demokratisasi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kesetaraan Gender.

 

“Tiga hal itu belum banyak disuarakan oleh masyarakat,” pungkasnya.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Aryudi AR