Nasional

Kemenpora Ingin Gedung Baru Fatayat untuk Diskusi hingga Wirausaha

Sab, 25 Januari 2020 | 19:00 WIB

Kemenpora Ingin Gedung Baru Fatayat untuk Diskusi hingga Wirausaha

Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia H M Asrorun Ni’am Sholeh menerima nasi kuning dari Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini di Peresmian Gedung Baru PP Fatayat NU di Jl Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Sabtu (25/1) malam. (Foto: NU Online/Abdul Rahman Ahdori)

Jakarta, NU Online
Pengurus Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama meresmikan gedung baru di Jl Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Sabtu (25/1). Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, H M Asrorun Ni’am Sholeh menginginkan gedung tersebut banyak digunakan untuk diskusi kepemudaan, kepeloporan dan wirausaha pemuda. 

Ia menjelaskan, nilai manfaat dari gedung berlantai 5 tersebut harus benar-benar optima. Artinya, dapat memberikan maslahat baik untuk organisasi maupun untuk para pemudi NU. Hal itu dapat dilakukan PP Fatayat NU dengan ragam agenda yang bersifat terus menerus seperti kegiatan-kegiatan diskusi terkait kepemimpinan dan kepemudaan. 

“Gedung ini juga harus menjadi tempat pusat kegiatan. Tempat ini harus dimakmurkan, lagi-lagi ini soal amanah, kemanfaatannya lebih luas dari sekadar kefatayatan," ujarnya. 
 
Makanya, tegas dia, ini jadi tanggung jawab kita, di sini harus diisi diskusi kepemudaan, diskusi kewirausahaan, diskusi terkait kepemimpinan, kepeloporan dan tadi ini tentang produk Fatayat. Wirausaha Mandiri Pemula (WMP). 

Untuk diketahui, Fatayat NU adalah Badan Otonom NU untuk kalangan perempuan muda. Organisasi ini didirikan pada 7 Rajab 1369 H/24 April 1950. Kata fatayat berasal dari bahasa Arab yang berarti pemudi.

Masa perintisan Fatayat NU dimulai ketika NU menyelenggarakan Muktamar ke-15 di Surabaya pada tahun 1940. Sejumlah pelajar putri MTs NU Surabaya bergabung dalam kepanitiaan acara tersebut bersama para perempuan dari NU Muslimat (NUM).

Keterlibatan para perempuan NU terus berlangsung dalam muktamar-muktamar berikutnya, tetapi sekadar dalam kepanitiaan. Kelompok tersebut menyebut dirinya Putri NUM, Pemudi NUM, dan Fatayat. Kepengurusan NUM pada 1946 sudah memasukkan perempuan-perempuan muda sebagai pengurus. Mereka inilah yang menjadi sumber daya manusia ketika Fatayat NU didirikan.

Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Abdullah Alawi