Nasional

Khilma Anis Kisahkan Awal Mula Hati Suhita Diangkat ke Film Layar Lebar

Rab, 24 Agustus 2022 | 11:00 WIB

Khilma Anis Kisahkan Awal Mula Hati Suhita Diangkat ke Film Layar Lebar

Khilma Anis, penulis novel Hati Suhita. (Foto: NU Online Jatim/Boy Andriansyah).

Jakarta, NU Online 

Cerita novel Hati Suhita karangan Khilma Anis diangkat ke layar lebar. Film Hati Suhita digarap rumah produksi Starvision bersama sutradara Archie Hekagery.


Sejumlah artis dilibatkan dalam penggarapan film Hati Suhita. Saat ini proses syutingnya sedang berlangsung hingga 50 hari ke depan di sembilan kota. 


Sejak 2020, kehadiran novel Suhita memang sudah mendapatkan tempat di masyarakat. Tak ayal banyak produser yang menawarkan karya sastra ini diangkat ke layar lebar. Hal ini diakui langsung oleh penulis Suhita, Khilma Anis kepada NU Online, Selasa (23/8/2022).


“Kalau soal ini agak unik ceritanya, saya ini penulis sederhana saking sederhananya saya fokus bagaimana menulis sebaik mungkin sampai tidak ada celah untuk dikritik. Tidak pernah berpikir soal pemasaran karena saya pertimbangkan betul background saya yang tinggal di Pesantren dan mondok 13 tahun lamanya. Saya tidak mungkin main-main dalam menulis ini,” terang Khilma. 


Khilma menyebut Suhita harus menjadi novel yang berdiri di kakinya sendiri tidak diantar siapa pun. Ia membiarkan Suhita lekat dengan Khilma sebagai penulisnya. Novel ini murni dijual dengan bantuan 150 agen di seluruh Indonesia bahkan luar negeri saat ini tercatat sudah 80 ribu ekslempar terjual.


“Jadi, saya tidak terlalu berpikir soal film waktu itu. Yang saya pahami hanya satu novel ini lahir di era digital dengan pengertian bahwa dia berbeda dengan novel sebelumnya yang terbit dulu baru diapresiasi. Kalau Suhita lain, belum lahir sudah diapresiasi duluan,” katanya.


Sebelum Suhita dipinang oleh Starvision, ia mengaku harus selektif memilih rumah produksi untuk anak kandung ideologinya itu. 


“Saya nggak ngerti awalnya mungkin karena netizen sering tag produser (yang) jelas bukan saya maupun tim. Kemudian suatu ketika saya dihubungi oleh production house atau PH. Ternyata di Instagram sudah banyak PH yang mencoba menghubungi  karena mereka kebingungan kontak saya. Satu-satunya iya lewat DM di Instagram,” lanjutnya. 


Sebetulnya banyak sekali PH yang mengampiri kala itu, kata Khilma. Bahkan salah satu sutradara kenamaan menyampaikan bahwa Suhita sudah diperebutkan di tingkat PH nasional, dan masing-masing mereka sudah mengatur strategi agar Suhita bisa diminta. 


“Karena kami juga belum paham jadi kami sambut baik tawaran semuanya lalu diseleksi satu per satu, mana yang paling sungguh-sungguh. Kebetulan suami saya orang teater bukan pemain baru lagi di dunia sinematografi. Jadi beliau paham betul dan tidak mudah dibohongi,” tuturnya. 


Dari semua PH yang datang Khilma dan suami memilih Starvision. Bukan tanpa alasan, banyak pertimbangan yang ia lakukan. Salah satunya ia menilai produser dari Starvision Chand Parwez menunjukkan keseriusannya untuk menggarap film ini. 


“Pada saat itu, kebetulan produsernya sendiri yang telepon langsung. Beliau bilang cinta mati sama Suhita sampai paham Suhita di luar kepala. Beliau paham dialognya, yang mau menjadi Golden Singnya, beliau paham satu per satu karakter sampai paham himmah saya yang itu tidak pernah saya tulis. Beliau paham maksud saya yang tidak tersurat tapi tersirat,” ungkapnya.


Ia mengaku sangat jeli dalam memilih rumah produksi untuk karyanya itu. Pasalnya ia tidak ingin Suhita hanya dijadikan obyek industri saja mengingat karyanya itu memiliki nilai yang tak terbanding. 


“Saya tidak mau anak kandung ideologi saya atau Suhita ini yang ditulis mati-matian hanya dijadikan obyek insdutri. Saya maunya dengan orang yang paham bahwa ini bukan sekadar karya biasa. Ini adalah sesuatu yang memiliki value dan ada amal jariyah dalam bentuk kebaikan yang diabadikan tidak sekadar jadi industri,” bebernya. 


Tak hanya jadi Film tapi web series 

Khilma menuturkan bahwa pembuatan naskah film Suhita kekuatannya ada pada segi tiga sistem yakni penulis novel, produser, dan penulis skenario. Penggarapan film ini harusnya mulai di tahun 2019 karena pandemi akhirnya vakum dan mulai berjalan di tahun ini. Kabar baiknya Suhita tak hanya difilmkan saja, tetapi dibuat series dalam 8 episode dan 16 kali tayang.


“Series ini menjadi hal baru bagi kami tim Suhita karena memang dulu dirembug hanya akan difilmkan. Kalau film itu terbatas sementara series ruangnya lebih jadi sebuah cerita yang bisa dieksplore. Ini sesuatu yang sangat menggembirakan,” jelasnya. 


Ia mengaku senang lantaran film Suhita yang tengah digarap Starvision betul-betul dipegang oleh tim yang sesuai baik dari produser, sutradara, penulis skenario maupun para pemain. 


“Alhamdulillah, saya dicarikan sutradara terbaik dan penulis skenario yang baik. Beliau orangnya sangat menguasai dunia Jawa dan Wayang. Bahkan sudah mewanti-wanti tidak boleh ada adegan ziarah yang diskip apalagi adegan trowulan yang di novel itu saya sebut sekilas saja, di sini akan dieksplor,” bebernya.


Pesan dakwah dalam film Suhita 

Bagi Khilma, Suhita tak hanya sekadar romantika kehidupan pesantren tetapi punya value dan ghimmah bahwa kisah romantika itu hanya bumbu inti yang utama ia ingin mengenalkan kehidupan di pesantren dengan dinamika yang ada. 


“Kenapa kemudian di situ banyak adegan ngaji, pesantren, biar pembaca non pesantren atau awam yang tidak tahu soal pesantren tahu bahwa di pesantren dinamikanya seperti ini penuh kesyahduan misal dari romantisme bu nyai dan kiai. Kekuatan seperti ini luar biasa dan harus dieksplore," terangnya. 


Suhita tak hanya dinikmati kalangan pesantren saja, kisahnya justru banyak memuat sejarah, kekuatan perempuan Jawa kemudian filosofi hidup. Hal ini dimaksud agar orang-orang di pesantren ingat kulturnya, asal muasal dan juga mau mengenang dan mengenal filosofi jawa, nenek moyang terutama soal Majapahit, Dewi Suhita. 


Novel ini juga berkisah tentang aktivisme, enterpreunership, hingga jurnalistik. Hal ini dimaksud agar memperluas wilayah dakwah karena itu novel ini dibuat tidak hanya untuk kalangan tertentu saja seperti pesantren. 


“Saya ingin santri tahu bahwa jadi santri nggak hanya ngaji tapi harus terjun ke jurnalistik.  Saya ingin orang jurnalistik paham bahwa santri kalau sudah terjun dalam dunia jurnalistik ampun-ampunan kerennya,” kata Khilma.


“Saya juga ingin aktivis tahu bahwa dunia pesantren  tidak seburuk yang mereka bayangkan. Apalagi mengenai perjodohan bukan suatu yang buruk itu tetap boleh karena pesantren boleh mempertahankan dinastinya bahkan dengan cara yang paling baik,” tandasnya.


Lahirnya Suhita diharapkan menjadi jalan dakwah Khilma di jagat literasi. “Jadi bisa dibilang ini bentuk sumbangsih ke dunia literasi. Lebih baik kita berbuat sedikit dari pada tenggelam dalam angan-angan. Lebih baik kita menulis walaupun sederhana lalu menyumbangkannya di jagat literasi,” sebutnya.


Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syakir NF