Nasional

Kiai Musthofa Aqil Ungkap Kesucian Penciptaan Nabi Muhammad

Sel, 19 Oktober 2021 | 16:30 WIB

Kiai Musthofa Aqil Ungkap Kesucian Penciptaan Nabi Muhammad

Rais Syuriyah PBNU KH Musthofa Aqil Siroj dalam acara peringatan Maulid Nabi di Pesantren KHAS Kempek (Foto: khasmedia)

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren KH Aqil Siroj (KHAS) Kempek, Cirebon, Jawa Barat, KH Muhammad Musthofa Aqil Siroj menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw diciptakan dari nur (cahaya). Kesuciannya tetap terjaga, bahkan saat proses kelahirannya pun dibidani oleh dua perempuan suci dan dengan proses yang suci pula.

 

Dikisahkan, ayahnda Nabi Muhammad, Sayyid Abdullah menikah dengan Siti Aminah pada malam Jum’at, 18 Jumadil Akhir, tepat setelah waktu magrib. Begitu selesai menikah, Abdullah yang saat itu posisinya di Makkah, dipanggil oleh ayahnya, Abdul Mutthalib ke Arafah. Dengan menempuh jalan kaki sejauh 17 km, Abdullah begitu saja menuruti perintah Sang Ayah.

 

“Itu padahal baru saja qobiltu (baru selesai prosesi pernikahan). Ini alamat orang yang akan memiliki keturunuan bagus. Patuh dengan orang tua,” kata Kiai Musthofa Aqil saat mengisi acara peringatan Maulid Nabi di Pondok Pesantren KHAS Kempek, pada Senin (18/10/2021).

 

Sesampainya di Arafah, ternyata Abdullah ingin buang air kecil dan mendapati sebuah danau besar. Ia berpikir, ini danau siapa? Padahal posisinya di tengah padang pasir, sungguh mustahil. Saat masih dalam keheranannya, tiba-tiba terdengar suara tanpa rupa. ‘Wahai Abdullah, minumlah! Selesai minum, lalu mandi. Setelah mandi, pulang dan gaulilah istrimu!’

 

“Artinya, saking mulianya Rasulullah. Tidur bareng kedua orang tuanya saja langsung disuruh oleh Allah swt,” jelas Katua Majelis Dzikir Hubbul Wathan (MDHW) itu.

 

Ketika Abdullah meminum air, terasa airnya begitu manis, semanis madu. Dilanjut mandi, dan seketika badannya wangi. Ia pun pulang ke rumah. Begitu masuk, Abdullah melihat rumahnya terang benderang penuh cahaya. Abdullah lalu bersalaman dan mencium kening istrinya, Siti Aminah.

 

“Begitu Abdullah mencium istrinya, tiba-tiba cahaya dalam rumah tadi masuk melalui kening Aminah menuju ke rahimnya dan menjadi bakal janin Nabi Muhammad. Jadi, Rasulullah itu diciptakan dari nur (cahaya)” tandas Rais Syuriyah PBNU itu.

 

Karena Nabi Muhammad suci, lanjut Kiai Musthofa, maka yang membidani pun dua perempuan suci yaitu Siti Maryam dan Siti Asiah. Keduanya dikatakan suci karena seumur hidup belum pernah tersentuh oleh seorang laki-laki. Siti Maryam melahirkan Nabi Isa tanpa seorang bapak. Sementara Siti Asiah, meskipun memiliki suami seorang Fir’aun, belum pernah ia disentuh suaminya.

 

“Ketika Fir’aun menggauli Siti Asiah, Allah menggantikannya dengan jin yang diserupakan dengan Siti Asiah. Jadi yang tidur bareng dengan Fir’aun itu sebenarnya jin,” imbuh Kiai Musthofa.

 

Kagungan Nama Nabi Muhammad
Pada kesempatan itu, Kiai Musthofa juga menjelaskan tentang kemuliaan nama Nabi Muhammad saw. Pasalnya, nama Muhammad selalu disandingkan dengan nama Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat empat, yaitu warafa’nâ laka dzikrak (dan Kami tinggikan sebutan nama(mu) bagimu).

 

“Artinya, kata Allah, ‘la udzakaru illâ wa tudzkaru ma’î’ (tidaklah Aku disebut, kecuali engkau juga disebut  bersamaku,” jelas Kiai Musthofa.

 

Kiai Musthofa mencontohkan nama Muhammad disandingkan dengan Allah swt dalam kalimat syahadat yang sering dibaca ketika adzan dan shalat, yaitu asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadhu anna muhammadar rasûlullâh.

 

Selain itu, lanjut Kiai Muthofa, setiap hari umat Islam selalu menyebut nama Muhammad tanpa henti. Dalam satu shalat saja disebut beberapa kali, dikalikan dengan lima waktu shalat. Jika yang shalat adalah umat muslim satu desa, satu kecamatan, satu negara, atau bahkan sedunia. Sudah tidak terhitung lagi.


“(Penyebutan) nama Nabi Muhammad tidak terhitung dalam satu hari,” pungkas Kiai Musthofa.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi