Nasional

Kiai Sahal, Produk Dalam Negeri Tapi Kualitas Ekspor

Ahad, 18 Maret 2018 | 23:00 WIB

Jakarta, NU Online
Santri KH MA Sahal Mahfudh Ulil Abshar Abdalla mengatakan, Kiai Sahal tidak pernah kuliah di luar negeri, baik di negara Timur Tengah atau Barat, namun ia memiliki kualitas keilmuan dan wawasan yang luas.

“Beliau adalah kiai produk asli dalam negeri, tapi kualitas ekspor,” kata Ulil saat memberi Mauidlah Hasanah saat acara Haul Masyayikh Perguruan Islam Mathali’ul Falah dan Hataman Bulanan KMF Jakarta di Ndalem Kiai Sahal di Pejaten, Jakarta, Ahad (18/3). 

Kiai Sahal memulai pendidikan formalnya di Madrasah Ibtidaiyyah (1943-1949) dan Madrasah Tsanawiyah (1950-1953) di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM). Tahun 1953-1957, Kiai Sahal belajar di Pesantren Bendo Pare Kediri di bawah asuhan Kiai Muhajir. Lalu kemudian ia melanjutkan belajar di Pesantren Sarang selama 3,5 tahun (1957-1960).

Meski hanya mengenyam pendidikan di pesantren, lanjut Ulil, Kiai Sahal mampu membuat santrinya memiliki pandangan yang luas terhadap dunia ini. 

“Perasaan saya ketika diajar Kiai Sahal, beliau membuat kita merasa dunia kita menjadi luas sekali meski kita santri Kajen yang ada di pelosok,” tuturnya.

Ia mengaku heran karena Kiai Sahal yang hanya produk pesantren bisa memiliki pandangan yang luas dan lain dengan kiai-kiai Kajen lainnya meski kitab yang dibaca sama. 

“Kiai yang kelihatan sekali pandangannya itu metropolitan. Pandangannya melintasi bukan hanya Indonesia tapi luar Indonesia,” terangnya.

Ia menduga, pandangan luas yang dimiliki Kiai Sahal itu ada kaitannya dengan kitab Ihya Ulumuddin. Ini didasarkan pengalaman Ulil saat mewawancarai Kiai Sahal ketika masih menjadi santri di Perguruan Islam Mathali’ul Falah dulu. Menurutnya, Kiai Sahal merujuk kitab Ihya Ulumuddin ketika waktu itu diwawancarai mengenai kategori ilmu pengetahuan.

Al Ghazali, imbuh Ulil, membagi ilmu pengetahuan menjadi dua, yaitu ilmu muamalah (ilmu yang berkaitan dengan interaksi antar sesama manusia) dan mukasyafah (ilmu tasawuf). Sementara ilmu muamalah juga dibagi menjadi dua yakni ilmu muamalah syar’iyyah (ilmu yang berasal dari wahyu) dan ghoiru syar’iyyah (tidak berasal dari wahyu). 

Ulil menambahkan, ilmu muamalah ghoiru syar’iyyah juga dibagi lagi menjadi dua yaitu mahmudah (dianjurkan untuk mempelajarinya seperti ilmu kedokteran) dan madzmumah (tidak dianjurkan untuk mempelajarinya seperti ilmu sihir).   

“Ilmu muamalah ghoiru syar’iyyah mahmudah itu ada kategorinya yang fardlu kifayah. Kata Al-Ghazali Ilmu muamalah ghoiru syar’iyyah mahmudah itu seperti kedokteran. Di sini saya baru tahu kenapa Kiai Sahal mendirikan RSI (Rumah Sakit Islam),” terangnya.

“Kiai Sahal tidak hanya sekedar baca Ihya, tapi melaksanakan Ihya di dalam tindakan nyata,” tambahnya. (Muchlishon)