Nasional

Kiai Zulfa Mustofa: NU-Muhammadiyah Satu Guru Satu Ilmu, Dilarang Saling Ganggu 

Kam, 17 November 2022 | 10:00 WIB

Kiai Zulfa Mustofa: NU-Muhammadiyah Satu Guru Satu Ilmu, Dilarang Saling Ganggu 

Tangkapan layar Waketum PBNU, KH Zulfa Mustofa pada tayangan Mata Najwa Edisi Spesial Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu (16/11/2022) malam.

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa mengatakan bahwa Perkumpulan NU dan Persyarikatan Muhammadiyah merupakan satu guru satu ilmu, sehingga dilarang saling mengganggu. Sebab kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini didirikan oleh ulama yang menjadi murid dari guru yang sama. 


Para pendiri kedua organisasi Islam tersebut adalah Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan yang sama-sama berguru kepada Kiai Soleh Darat dan Syekh Nawawi Al-Bantani di Makkah. 


Hal itu diungkapkan Kiai Zulfa saat menghadiri acara Mata Najwa Edisi 'Merawat Indonesia' spesial Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jawa Tengah, pada Rabu (16/11/2022) malam. 


Pada kesempatan itu, Kiai Zulfa menjelaskan bahwa masih banyak orang yang salah paham tentang amalan-amalan yang dilakukan oleh NU, terutama amalan yang beririsan dengan budaya. Sebagian besar orang awam menilai, NU telah menganggap budaya seperti agama. 


"Padahal tidak (menganggap budaya seperti agama). Setiap amalan yang dilakukan NU, misalnya maulid nabi, ziarah kubur, dan tawasul, sesungguhnya semua memiliki dalil," tutur Kiai Zulfa, sebagaimana dikutip dari Kanal Youtube Najwa Shihab, Kamis (17/11/2022).


Kiai Zulfa kemudian menceritakan pengalamannya yang selama 17 tahun lebih mengajar di Masjid Muhammadiyah. Masjid ini diresmikan dan ditandatangani oleh Prof H Amien Rais, ketua umum PP Muhammadiyah pada zamannya. 


Saat pertama kali diundang untuk mengajar di masjid Muhammadiyah, Kiai Zulfa pun bertanya-tanya. Sebab latar belakang atau identitas organisasi keagamannya adalah NU, bukan Muhammadiyah. Kepada pengurus masjid itu, almarhum H Sofyan, Kiai Zulfa meminta penjelasan soal kiai NU seperti dirinya yang diperkenankan mengajar di Masjid Muhammadiyah. 


"Waktu itu saya tanya, kenapa Anda meminta saya sebagai orang NU mengajar di Masjid Muhammadiyah? Dijawab, supaya warga Muhammadiyah tidak salah paham terhadap NU dan mereka jadi tahu tentang NU langsung dari kiai atau ulamanya," kata Kiai Zulfa.


Menurut Kiai Zulfa, saat ini banyak orang yang saling menyalahkan satu sama lain karena tidak ada komunikasi yang baik. Mereka, pihak-pihak yang gemar menyalahkan itu, hanya mendengar sesuatu dari luar.


Berbeda halnya jika bertemu atau mengundang langsung ulama NU untuk menjelaskan mengenai dalil-dalil seputar tahlilan, selametan, peringatan haul, dan ziarah kubur. Dengan begitu, kata Kiai Zulfa, warga Muhammadiyah tidak akan mudah menganggap Nahdliyin sesat.


"Sesungguhnya (NU dan Muhammadiyah) sama-sama Muslimnya, sama-sama saudaranya, sama-sama Ahlussunnah wal Jamaah, satu guru satu ilmu dilarang saling mengganggu," tutur Kiai Zulfa. 


Qunut Muhammadiyah

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof H Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa sebagian besar orang membuat persoalan doa qunut sebagai pembeda antara NU dan Muhammadiyah. Singkatnya, banyak pihak menilai Muhammadiyah tidak baca qunut seperti NU yang membaca qunut setiap shalat subuh. 


Prof Mu’ti bercerita, suatu ketika ada seorang anak muda shalat subuh di masjid NU. Tetapi ketika shalat, anak muda itu terlihat tidak membaca qunut. Setelah selesai shalat, ada seorang kiai yang mendekati dan menuduh anak mudah itu sebagai pengikuti Muhammadiyah karena tidak membaca doa qunut. 


"(Kiai bertanya) anak muda, kamu Muhammadiyah ya? Kenapa kiai? Kok kamu tidak baca qunut? Saya tidak Muhammadiyah. Lalu kenapa tidak qunut? Saya tidak hafal doa qunutnya," cerita Prof Mu’ti.


"Jadi rupanya tidak qunut bukan karena Muhammadiyah, tapi karena nggak hafal. Oleh karena itu, don’t judge a book from its cover (jangan menilai hanya dari sampul). Ternyata tidak qunut itu bukan karena Muhammadiyah, tapi karena belum hafal," imbuhnya. 


Prof Mu’ti mengingatkan bahwa Muhammadiyah juga membaca doa qunut tetapi tidak selalu dalam shalat shalat subuh. "Jangan dikatakan orang Muhammadiyah tidak qunut. Hanya qunutnya. Pada saat-saat tertentu, kita juga baca doa qunut. Itu yang seringkali disalahpahami," pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan