Nasional

Komisioner KPAI Sosialisasikan Regulasi Perlindungan Anak kepada Pengasuh Pesantren

Kam, 16 Februari 2023 | 11:30 WIB

Komisioner KPAI Sosialisasikan Regulasi Perlindungan Anak kepada Pengasuh Pesantren

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono bersama sejumlah pengasuh pondok pesantren pada Ahad (12/2/2023). (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono mengatakan akhir-akhir ini marak terjadi kekerasan anak di satuan pendidikan, tidak terkecuali pada lembaga pendidikan keagamaan. Kekerasan yang terjadi tidak hanya fisik dan psikis saja, melainkan perundungan, dan diskiminasi. 


"Bahkan lebih menyedihkan lagi terjadi kekerasan seksual sampai pemerkosaan," kata Aris dalam rilis yang diterima NU Online, Kamis (16/2/2023).


Aris mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pengasuh pondok pesantren. Pertemuan itu berlangsung di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Mojokerto, Jawa Timur pada Ahad (12/2/2023). 


Pada pertemuan tersebut Aris menjelaskan bahwa sejumlah regulasi terkait perlindungan anak telah diterbitkan, mulai dari kebijakan UU No 35 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), hingga peraturan menteri, surat edaran, dan lainnya. 


"Namun sekian hari kasus kekerasan anak semakin bertambah, sangat memperihatikan dan sedih. Saya terbayang bagaimana kita akan menjawab tantangan generasi Indonesia emas di masa yang akan datang," ungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu. 


Menurut Aris, pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi hingga saat ini. Kemajuan teknologi, globalisasi, dan industri telah menggerogoti nilai-nilai kasih sayang dan penghormatan. Begitu juga penghargaan terhadap nilai-nilai etis, etika, moral, dan agama pada diri seseorang kian luntur. Hal itu mengakibatkan dengan mudah menyakiti orang lain dengan tujuan tertentu. 

 

"Apa pun itu, kekerasan tidak boleh terjadi di lembaga pendidikan maupun di tempat lainnya. Pola pendidikan ramah anak harus menjadi budaya. Memberikan ruang tumbuh kembang anak sesuai minat bakatnya adalah investasi generasi emas 2045. Pada setiap keputusan proses kemajuan anak harus dibuka ruang dialog dan partisipasi," tegas Aris. 

 

Lebih lanjut, kekerasan terhadap anak dapat terjadi kapan saja dan dimana saja termasuk pada saat di rumah, di tempat bermain bahkan di sekolah. Menurutnya, sekolah merupakan tempat dimana anak menerima pendidikan moral, etika dan akademik, bahkan menjadi rumah kedua bagi anak.


Namun, kenyataannya justru di sebagian sekolah masih terjadi kasus kekerasan. Kondisi ini mengakibatkan lembaga pendidikan masih belum aman bagi anak yang seharunya menjadi tempat utama untuk anak dapat berkembang dengan baik.    


"Yuk, bersama-sama kita bebaskan pesantren dari dosa besar pendidikan," tutup Aris.


Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan