Nasional

Komnas Perempuan: RUU PPRT Atur Relasi PRT dengan Pemberi Kerja

Jum, 16 Juni 2023 | 18:02 WIB

Komnas Perempuan: RUU PPRT Atur Relasi PRT dengan Pemberi Kerja

Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor menjelaskan substansi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). 


Ia menerangkan, RUU PPRT mengatur soal hak dan kewajiban kedua belah pihak, baik PRT maupun pemberi kerja. Dengan kata lain, RUU PPRT akan melindungi pihak-pihak terkait di dalam profesi PRT.


"Di dalam PRT itu mengatur ekosistem relasi, termasuk antara pemberi kerja dengan PRT. Hubungan kerja antara majikan dan PRT itu tidak hanya berdasar kerelaan tetapi betul-betul menghargai PRT sebagai pekerja yang punya jasa sangat besar," kata Maria.


Hal itu diungkapkannya dalam webinar Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional yang digelar Komnas Perempuan, pada Kamis (15/6/2023). Sementara, Hari PRT Internasional jatuh pada Jumat (16/6/2023) hari ini.


RUU PPRT menghendaki adanya perjanjian kerja secara legal formal atau tertulis dan disetujui oleh kedua belah pihak. Perjanjian tersebut mengatur hak dan kewajiban PRT maupun pemberi kerja.


Maria menegaskan bahwa aturan-aturan di dalam RUU PPRT itu akan menciptakan kejelasan kerja untuk mencegah eksploitasi terhadap PRT. Begitu juga sebaliknya, yaitu untuk meghindari anak majikan yang dalam beberapa kasus menjadi korban.


"Jadi (RUU PPRT) mencegah kedua belah pihak, baik PRT maupun pemberi kerja, sama-sama melakukan (memuliakan) martabat kemanusiaan secara beradab, sehingga ada kesetaraan, kesalingan, dan ada proses-proses saling melindungi, saling memberikan ruang yang tidak merendahkan, dan menghindari eksploitasi," tegas Maria.


Lebih lanjut, ia mengajak semua pihak untuk segera mengakhiri kondisi kerja tidak layak bagi PRT dengan cara mengesahkan RUU PPRT. Menurut Maria, RUU ini merupakan bentuk penguatan pembangunan manusia Indonesia.


Selain itu, RUU PPRT sangat penting untuk segera disahkan sebagai wujud pemenuhan tanggung jawab negara untuk memberikan hak konstitusional bagi perempuan pekerja yang merupakan kelompok mayoritas dalam profesi PRT. 


RUU PPRT juga akan memberikan pengakuan dan perlindungan hukum bagi PRT sebagai pekerja, bukan sebagai orang yang membantu atau bekerja tanpa tanggung jawab dan pemenuhan hak.


"Tapi ini betul-betul pemenuhan tanggung jawab negara untuk hak konstitusional perempuan pekerja dengan pengakuan terhadap akses keadilan," katanya.


Maria mendorong agar pembahasan RUU PPRT lebih sering dibahas dan didiskusikan oleh berbagai pihak, terutama di level para pemangku kebijakan seperti kementerian.


Ia lalu mendorong Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sebagai menteri yang membawahi beberapa kementerian terkait. Juga perlu melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).


"Harapannya (lembaga kementerian tersebut) bisa mengawal RUU PPRT ini agar PRT mendapatkan jaminan dan terlindungi secara hukum maupun secara sosial, bisa segera terwujud secara sistemik dan komprehensif," harap Maria.


Ia menjelaskan, posisi RUU PPRT yang digagas sejak 20004 ini mengalami 'naik-turun' di DPR. Bahkan, sudah sempat menjadi prioritas di Program Legislasi Nasional (Prolegnas).


"Itu sudah beberapa kali naik-turun, disahkan di Prolegnas, turun lagi tidak terbahas, naik lagi jadi Prolegnas, tapi juga tidak terbahas. Bahkan DPR sendiri pernah melakukan studi banding tentang RUU PPRT ini ke Argentina dan Afrika Selatan, pada 2012, juga sudah melakukan uji publik di beberapa daerah, tetapi lagi-lagi juga tidak kunjung dilanjutkan pada pengesahannya," jelas Maria.


Perjalanan RUU PPRT

Dikutip NU Online dari laporan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), berikut ini alur perjalanan RUU PPRT selama 19 tahun sebelum akhirnya menjadi RUU usul inisiatif DPR.

 
  1. Pada 2004, RUU PPRT pertama kali diajukan oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga ke DPR dan masuk prolegnas 2005 sampai 2009.
  2. Pada 2010, tujuh fraksi DPR terdiri dari FPDIP, FPKB, FPNasDem, FPGerindra, FPKS, FPHanura, FPPP memotori RUU PPRT untuk mulai dibahas di komisi XI DPR melalui Panitia Kerja (Panja) RUU PPRT.
  3. Pada 2011, Komisi IX Ketenagakerjaan DPR melakukan riset di 10 kabupaten/kota.
  4. Pada 2012, Panja RUU PPRT studi banding RUU PPRT ke luar negeri dan uji publik di 3 kota Malang, Medan, dan Makassar.
  5. Pada 2013 draf RUU PPRT dari Panja RUU PPRT diselesaikan Komisi IX dan diserahkan ke Badan Legislasi DPR.
  6. Pada 2014-2018 RUU PPRT mengendap di daftar tunggu Prolegnas.
  7. Pada 2019 RUU PPRT menjadi proglenas prioritas tahunan sejak Willy Aditya menjadi ketua Baleg DPR RI.
  8. Pada 1 Juli 2020, RUU PPRT selesai dibahas di Baleg menjadi draf RUU dan naskah akademik.
  9. Pada 2021-2022, salah satu fraksi yaitu FNasDem terus mengusulkan RUU PPRT menjadi hak Inisiatif DPR tetapi belum juga dibawa ke rapat paripurna.
  10. Pada Agustus 2022, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) membentuk Gugus Tugas RUU PPRT yang terdiri dari K/L terkait.
  11. Pada 18 Januari 2023, Presiden Jokowi menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT dan menugaskan kepada para menteri terkait untuk berkonsultasi dengan DPR agar RUU PPRT segera ditetapkan.
  12. Pada 14 Februari 2023, dalam satu rapat paripurna, Fraksi NasDem melakukan interupsi karena tak kunjung mengesahkan RUU PPRT.
  13. Pada 21 Februari 2023, Ketua Panja RUU PPRT Willy Aditya mendesak pimpinan DPR ke MKD karena draf PPRT tak digubris.
  14. Pada 21 Maret 2023 RUU PPRT menjadi Usul Inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna sidang DPR di Senayan Jakarta.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad