Nasional

Lahan Diserobot, Petani Sawit Kota Baru Kalsel Mengadu ke PBNU

Sel, 28 Juni 2022 | 16:45 WIB

Lahan Diserobot, Petani Sawit Kota Baru Kalsel Mengadu ke PBNU

Sejumlah perwakilan petani dari Teluk Kepayang, Tanah Bumbu, dan Kota Baru Kalimantan Selatan mengadukan penyerobotan lahan yang dilakukan PT Jhonlin Argo Lestari (JAL) di daerah itu. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Sejumlah perwakilan petani dari Teluk Kepayang, Tanah Bumbu, dan Kota Baru Kalimantan Selatan mengadukan penyerobotan lahan yang dilakukan PT Jhonlin Argo Lestari (JAL) di daerah itu. Mereka sengaja mengadu ke PBNU karena selama ini upaya pengaduan yang telah dilakukan melalui jalur formal seperti kepolisian tak membuahkan hasil. Para petani berharap PBNU bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut.


Kunjungan itu diterima langsung oleh Ketua PBNU Amin Said Husni, Ketua PBNU Choirul S Rosyid, Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU Abdul Hakam Aqsho, dan Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) PBNU, Ishaq Zubaedi Raqib.


Para petani itu datang didampingi oleh LSM Laskar Elang Borneo yang diketuai oleh Ahmad Fauzi. Fauzi menyampaikan, persoalan para petani yang tengah menghadapi sengketa lahan dengan PT Jhonlin Argo Lestari (JAL) telah berlangsung sejak 2020. 


Merunut kronologinya, Fauzi menceritakan saat itu lahan seluas 700 hektare yang digunakan masyarakat diambil Argo Citra Lestari (ACL). Dalam perjalanan, PT ACL diambil alih oleh PT JAL milik Haji Isam. Dari 700 hektare tersebut, kemudian dikembalikan ke petani 300 hektare untuk dikelola. 


“Adanya permasalahan lahan sawit, lahan transmigrasi yang ada 700 hektare diciutkan menjadi 300 hektare,” katanya di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Selasa (27/6/2022).


Namun, lahan 300 hektare yang telah diserahkan kepada warga itu kemudian diminta lagi oleh PT JAL. Sebagai gantinya, PT JAL hanya mengganti pohon sawit seharga Rp 35 ribu per pohon ditambah Rp 5 ribu per satu tahun.


“Lahan itu di-take over oleh PT Jhonlin tahun 2020, dikembalikan ke masyarakat 300 hektare. Tetapi di kemudian hari, diambil lagi dengan bayaran per pohon yang ada sawitnya sebesar Rp35 ribu ditambah usia pohonnya dihargai 5 ribu. Itu seharusnya 1 juta,” jabar Fauzi. 


Para petani yang merasa dirugikan, sambung Fauzi, mengaku telah melapor persoalan tersebut ke sejumlah instansi, namun tidak ada tindak lanjut. Padahal, lahan tersebut merupakan sumber penghidupan mereka, apalagi di masa pandemi saat ini. 


“Dan di lahan 300 hektare itu ada 67 orang. Mereka gunakan bukan untuk beli mobil, tetapi untuk sekolah, makan sehari-hari. Sementara pandemi begini mengandalkan bansos saja tidak cukup. Sekarang sawitnya diambil,” paparnya.


Menanggapi pengaduan tersebut, KH Amin Said Husni menyatakan bakal mempelajari kasus itu. "Kami berkomitmen membantu apa yang menjadi kesulitan masyarakat," kata Amin. 


Choirul S Rosyid juga menambahkan, aduan tersebut nantinya bakal dibicarakan dengan pengurus harian untuk dicarikan solusi. "Mungkin juga nanti akan ada pendampingan kepada mereka," ujarnya.


Sementara itu, Sekretaris LPBH PBNU Abdul Hakam Aqsho menegaskan bahwa pihaknya yang memiliki fokus dan konsen kepada isu terkait, siap membantu.


“Mereka merasa itu ketidakadilan, mereka melapor kepada LPBNU. Kami terima, karena ini konsen kami juga,” kata Hakam. 


Ia juga meminta para petani itu untuk segera menyerahkan data lahan, pohon sawit, dan jumlah petani yang dirugikan itu sebagai bahan kajian. 


“Kami minta kepada mereka untuk melengkapi datanya, supaya lebih valid datanya, juga tepat informasinya dan akurat,” tambahnya.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa

Editor: Fathoni Ahmad