Nasional

Marak Kasus Pembegalan, Sosiolog Jelaskan Faktor Pemicunya

Sel, 18 Juli 2023 | 21:00 WIB

Marak Kasus Pembegalan, Sosiolog Jelaskan Faktor Pemicunya

Ilustrasi aksi begal. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online
Kasus pembegalan yang terjadi di Indonesia kian meresahkan. Pembegalan termasuk tindakan kekerasan atau penyerangan terhadap individu dengan tujuan merampas barang berharga dan keamanan. Salah satu motif utama dibalik aksi begal, yaitu memperoleh keuntungan finansial. Biasanya, pelaku pembegalan akan merampas harta benda bahkan tak segan untuk menghabisi nyawa korban.

 

Sosiolog dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Shinta M Rezeky turut menyorot fenomena tersebut. Fenomena pembegalan yang tengah menjadi perhatian publik, terjadi bukan hanya di wilayah jarang penduduk atau sepi yang mana memungkinkan aksinya untuk tidak terlihat langsung masyarakat. Kasus pembegalan juga kian terang-terangan terjadi di kota-kota besar. Menurutnya, aksi pembegalan merupakan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi.

 

“Begal ini merupakan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi, karena melukai dan mencederai orang lain yang bisa berakibat fatal dalam artian berbahaya,” kata dia dalam keterangannya, diterima NU Online, Selasa (18/7/2023).

 

Ia melihat, maraknya kasus pembegalan bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk permasalahan ekonomi, sosial dan keamanan di suatu wilayah. Faktor-faktor tersebut bisa mencakup ketidakstabilan ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi, ketimpangan sosial, dan rendahnya tingkat pendidikan.

 

“Tentu hal ini perlu kita identifikasi apa yang memicu hal ini semakin marak dan apakah kejahatan ini merupakan kejahatan yang terorganisir dari sebuah kelompok atau memang peristiwa yang dipicu oleh berbagai keadaan. Bisa saja tekanan ekonomi, pengaruh lingkungan sosial atau aksi perlawanan sebagai kritik yang bersifat laten,” ungkap dia.

 

Sejauh ini, ia menilai faktor ekonomi merupakan faktor utama dari maraknya aksi pembegalan. Sektor ekonomi yang sempat terganggu beberapa tahun belakang ini akibat pandemi Covid-19 masih menyisakan dampaknya.

 

“Belakangan kita sama-sama rasakan dampak dari peristiwa panjang atau pandemi Covid-19 yang berdampak pada berbagai lini dan sektor, terutama sektor ekonomi. Banyak sekali masyarakat yang kehilangan pekerjaannya namun tidak ada sumber nafkah cadangan yang bisa menutupi kebutuhan,” jabar dia.

 

Artinya, sambung dia, lumpuhnya sektor ekonomi yang menjadi gantungan nafkah memicu tingkat stressor atau kepanikan dalam memenuhi kebutuhan, sementara kebutuhan pokok tidak bisa dijeda.

 

“Berbagai kasus begal yang ditangani oleh aparat, mengatakan faktor ekonomi menjadi salah satu faktor terbesar yang memicu aksi ini,” ucapnya.

 

Selain itu, ia juga menyoroti aksi pembegalan yang dilakukan oleh kelompok remaja. Belakangan ini begal bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa, tapi remaja juga banyak terlibat. Menurutnya, aksi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok remaja tersebut berkaitan dengan tren.

 

“Kenapa bisa terjadi? Dalam hal ini bukan lagi pada tuntutan kebutuhan tapi sudah menjadi tuntutan pemenuhan gaya hidup. Keinginan yang tinggi terhadap pemenuhan gaya hidup, menjadi pemicu untuk terpenuhi secara instan,” terangnya.

 

Maksudnya, perilaku konsumtif yang tinggi pada kelompok remaja, sementara kemampuan atau kapasitas yang dimiliki untuk dapat memenuhi keinginannya yang belum memadai dapat memicu bertindak secara brutal dan merampas hak orang lain.