Nasional

Mengenang 1 Dasawarsa Wafatnya KH MA Sahal Mahfudh

Rab, 24 Januari 2024 | 09:00 WIB

Mengenang 1 Dasawarsa Wafatnya KH MA Sahal Mahfudh

KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh. (Foto: dok. ansorjepara.or.id)

Jakarta, NU Online

24 Januari 2024 tepat 1 dasawarsa (10 tahun) wafatnya Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh. Saat itu, Jumat dini hari, 24 Januari 2014 pukul 01.10 WIB, Kiai Sahal dipanggil ke Rahmatullah di kediamannya di komplek Pesantren Maslakul Huda Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.


Kiai Sahal Mahfudh menjadi pimpinan tertinggi NU selama tiga periode (1999-2004, 2004-2010, 2010-2014). Pada periode pertama dan kedua sebagai Rais Aam, Kiai Sahal berpasangan dengan Ketua Umum PBNU KH Ahmad Hasyim Muzadi. Periode ketiga berpasangan dengan KH Said Aqil Siroj.


Sebelum meninggal, Kiai Sahal sempat menjalani rawat inap di RSI Pati. Bahkan, sempat dirujuk ke RSUP Dr Kariadi Semarang. Seperti ada firasat, beliau minta pulang ke Kajen agar dirawat di rumah. Selang dua hari, beliau wafat di usia 77 tahun. Kiai Sahal dimakamkan berdekatan dengan leluhurnya, KH Ahmad Mutamakkin, sang waliyullah bagi masyarakat Pati. 


Selain sebagai Rais Aam, beliau juga menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mbah Sahal merupakan kiai pertama yang menduduki pimpinan tertinggi di NU dan MUI. Sementara di kampung halamannya di Kajen, Pati, Kiai Sahal merupakan Pengasuh Pesantren Maslakul Huda dan Direktur Perguruan Islam Mathali’ul Falah.


Sejak awal Januari 2014, Pati dan beberapa kabupaten di Jawa Tengah dilanda hujan dengan intensitas tinggi sehingga memicu banjir. Beberapa tokoh masyarakat menyebut banjir saat itu merupakan siklus empat tahun sekali. Besarnya banjir di beberapa titik membuat akses jalan utama di Pati hingga Juana nyaris putus.


Pagi hari pada 24 Januari 2014, saat gerimis sisa-sisa hujan semalam masih turun, banyak warga dari luar kota yang ingin bertakziyah ke Kiai Sahal di Kajen terpaksa harus mengurungkan niatnya. Mereka terjebak banjir sehingga baru bisa sampai di desa itu pada sore hari. Bahkan, ada beberapa yang terpaksa putar balik.


Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, KH Salahuddin Wahid, saat itu dikabarkan balik kanan lantaran kendaraannya terjebak banjir besar di perbatasan Rembang-Juana. KH Malik Madani (saat itu Katib Aam PBNU) bahkan harus mengambil jalur Pati selatan, tepat Kecamatan Sukolilo. Bahkan, Kiai Malik dilaporkan sampai naik truk untuk mencapai Kota Pati.


KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang saat itu menjadi Wakil Rais Aam PBNU otomatis menggantikan posisi Kiai Sahal sebagai Rais Aam. Saat memperingati tujuh hari wafatnya Kiai Sahal di Kajen, Gus Mus menyebut beliau sebagai rais aam terakhir. Sebab, setelah Kiai Sahal tidak ada lagi kiai sealim Kiai Sahal. Kealiman beliau menurut Gus Mus belum ada tandingannya.


“Almaghfurlah KH MA Sahal memiliki keilmuan yang sejajar dengan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, dan Kiai Bisri Syansuri. Kedalaman ilmu dan keberpihakannya kepada masyarakat menjadi teladan bagi semua. Sulit rasanya mencari pengganti tokoh sekaliber Kiai Sahal untuk duduk di kursi Rais Aam,” ungkap Gus Mus.


“Bahkan, Kiai Sahal satu-satunya faqih yang tidak hanya menguasai ilmu fiqih dan ushul fiqih. Beliau juga sangat menguasai ilmu kemasyarakatan. Dengan penguasaan ini, Kiai Sahal mampu membawa kitab klasik disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini,” sambung Gus Mus. Kiai Sahal terkenal dengan konsep Fiqih Sosial-nya.


Kiai Sahal juga banyak melahirkan karya tulis berbahasa Arab maupun Bahasa Indonesia. Antara lain Thariqatul Hushul ‘ala Ghayatil Wushul, Ats-Tsamaratul Hajayniyah, Fawa’idun Najibah, al-Bayanul Mulamma ‘an alfadhil Luma’, Intifakhul Wadajain, dan Anwarul Bashair.


Selain itu, banyak koleksi artikel lain yang banyak ditemukan di perpustakaan Kiai Sahal. Termasuk karya yang dimuat di media massa atau dipublikasikan di berbagai seminar dan acara publik lain.


Sekadar informasi, 24 Januari 2014 saat itu bertepatan dengan 22 Rabi'ul Awal 1435 H dan penanggalan hijriah inilah yang dipakai keluarga untuk memperingati haul Kiai Sahal Mahfudh.