Nasional

‘Mereka yang Ceramahnya Ujaran Kebencian bukan Mubaligh, tapi Provokator’

Kam, 29 Agustus 2019 | 14:30 WIB

‘Mereka yang Ceramahnya Ujaran Kebencian bukan Mubaligh, tapi Provokator’

Imam Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar mengakui, saat ini banyak orang yang mengaku mubaligh, tetapi kelakuannya bukan mencerminkan sebagai seorang mubaligh.

Jakarta, NU Online 
Para dai atau mubaligh harus mengedepankan kesantunan, berakhlak mulia, dan rahmatan lil alamin ketika berdakwah. Karena bagaimana pun, hakikat berdakwah adalah mengajak, memberikan pencerahan dan pemahaman agama kepada para jamaah sesuai nilai-nilai Al-Qur’an. 

“Jadilah mubaligh yang enak, yang sejuk, yang baik, mubaligh yang mengajak dengan cara Nabi, dengan cara para aulia, ulama besar, maka semakin arif seseorang dalam berdakwah, itu menandakan dirinya semakin pintar,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar di Jakarta, Kamis (29/8/2019), sebagaimana rilis yang diterima NU Online.

Selain itu, lanjut Nasaruddin, berdakwah yang baik adalah yang membawa kesejukan, kedamaian, dan ketenangan, bukan berdakwah untuk memecah belah, menjelekkan, dan menyakiti orang lain. Ia kemudian menjelaskan, para Wali Songo selalu menjadi tamu paling penting (VVIP) kerajaan lokal di Nusantara waktu itu karena mereka tidak pernah dianggap sebagai ancaman, apalagi akan melakukan kudeta.

Gak usah berdakwah justru menyakiti, apalagi mengusir orang. Kalau belum apa-apa sudah ditakuti orang, itu bukan mencontoh Nabi, Wali Songo. Coba bandingkan dengan Nabi, Wali Songo, dan ulama kita terdahulu, baru melihat wajahnya saja sudah mengesankan, rindu, dan adem sekali,” terang Mantan Wakil Menteri Agama RI ini.

Ia mengakui, saat ini banyak orang yang mengaku mubaligh, tetapi kelakuannya bukan mencerminkan sebagai seorang mubaligh. Apalagi, kadang mereka yang baru membaca Al-Qur’an terjemahan, sudah mengklaim sebagai seorang mubaligh atau ulama. Alhasil, mubaligh seperti ini justru membuat perpecahan, ketakutan, dan korban di masyarakat.

“Akan banyak korban berguguran dari mulut seorang mubaligh yang seperti itu. Seorang mubaligh itu tidak akan pernah menyakiti publik dengan ucapannya. Saya pastikan itu bukan mubaligh kalau ceramahnya berisi adu domba, ujaran kebencian, apalagi fitnah. Sekali lagi itu bukan mubaligh, bisa jadi dia provokator,” ungkapnya.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini menyarankan, masyarakat harus bisa membedakan mana mubaligh yang baik dan mana mubaligh yang tidak baik. Apalagi saat ini ada banyak orang pintar baru dan orang kaya baru yang suka mempertontonkan kelebihannya, tetapi mentalitasnya tidak mendukung serta kapasitasnya tidak dimiliki.

Karena itu, Nasaruddin mengajak para mubaligh untuk belajar lebih dalam lagi agar ilmu pengetahuan dan mentalitasnya berbanding lurus. “Jangan kegedean ilmunya, tapi mentalitasnya kecil. Gak imbang itu,” tandasnya.
 
Editor: Muchlishon