Nasional

Nyai Badriyah Fayumi Jelaskan Perbedaan Penanganan Kasus Kekerasan Fisik dan Seksual 

Sen, 21 Agustus 2023 | 19:00 WIB

Nyai Badriyah Fayumi Jelaskan Perbedaan Penanganan Kasus Kekerasan Fisik dan Seksual 

Nyai Badriyah Fayumi saat mengisi sesi Roadshow Pondok Pesantren "Menguatkan Karakter Pesantren Antikekerasan" di Pesantren Mahasina, Bekasi, Ahad (20/8/2023). (Foto: NU Online/Indiraphasa).

Jakarta, NU Online 
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadist Kota Bekasi, Jawa Barat, Nyai Hj Badriyah Fayumi mengungkapkan, kekerasan fisik dan seksual merupakan kasus yang penanganannya memerlukan pendekatan berbeda. Ini karena kedua kekerasan tersebut menimbulkan dampak yang juga berbeda. 

 

“Ada perbedaan tipikal antara kekerasan seksual dengan kekerasan fisik. Kalau kekerasan fisik, fisik gampang sekali dilihat dan biasanya orang yang mengalami meskipun dia itu sama-sama pelaku atau bisa jadi dia yang memulai terus dia menjadi korban itu dengan gampang terungkap,” ujar Nyai Badriyah dalam acara Roadshow Pesantren “Menguatkan Karakter Pesantren Anti Kekerasan” di Pondok Pesantren Mahasina, Bekasi, Ahad (20/8/2023).

 

Kekerasan fisik, terang dia, sering kali mencakup tindakan-tindakan seperti pukulan, tendangan, atau penggunaan kekerasan fisik lainnya. Penanganan kasus ini lebih sering terpusat pada intervensi medis dan tindakan hukum terhadap pelaku.

 

Sementara itu, Nyai Badriyah menyebut bahwa kasus kekerasan seksual memiliki karakteristik yang lebih kompleks, karena melibatkan unsur-unsur psikologis dan emosional. Korban sering kali mengalami dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan mental dan psikologis mereka. Oleh karena itu, penanganan kasus kekerasan seksual memerlukan pendekatan multidisiplin, termasuk dukungan psikologis, konseling, dan layanan medis.

 

“Tapi kalau bicara kekerasan seksual itu biasanya orang mikir seribu kali untuk mau ngomong karena takut, malu. Jadi ada dua hal yang benar-benar berbeda ketika kita mendapatkan laporan kekerasan fisik dan seksual itu kita harus cek pengakuannya,” tutur Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga tersebut.

 

Dalam konteks pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan pesantren, A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut menilai sangat penting bagi para pengasuh pondok pesantren hadir untuk menjadi garda terdepan memiliki komitmen untuk melakukan pencegahan tersebut.

 

“Ketika ada orang mengaku ‘Saya dilecehkan’, maka yang nomor satu adalah percayai dulu sebelum terbukti bohong. Kekerasan seksual orang berpikir 1.000 kali untuk bisa sampai mengungkapkan, sehingga ketika sudah mengungkapkan jangan dianggap angin lalu, jangan diabaikan, karena kalau diabaikan itu akan membuat frustasi korban dan akan membuat pelaku merasa bebas dan aman karena tidak diapa-apain,” sambung dia.