Nasional

Pandangan Prof Quraish Shihab Soal Pria Tendang Sesajen di Semeru

Sab, 15 Januari 2022 | 13:00 WIB

Pandangan Prof Quraish Shihab Soal Pria Tendang Sesajen di Semeru

Cendekiawan Muslim Indonesia Profesor HM Quraish Shihab. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online 
Beberapa waktu lalu, viral di medsos seorang lelaki yang melempar dan menendang sesajen di lokasi erupsi Gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur. Dalam video yang beredar, tampak pelaku intoleran itu menyingkirkan sejumlah sesajen sambil memekikkan takbir.


Mengomentari hal itu, Cendekiawan Muslim Indonesia Profesor HM Quraish Shihab mengajak agar umat Islam tetap menghormati kepercayaan orang lain.


“Menghormati itu bukan berarti setuju. Itu (sudah) adatnya (orang yang berbeda keyakinan), itu kebiasaannya, itu kepercayaannya. Kenapa diganggu,” ujar Prof Quraish dalam bincang santai dengan putrinya, Najwa Shihab, di Channel YouTube Najwa Shihab dilihat NU Online, Jumat (14/1/2022).


Lebih lanjut, alumnus Pesantren Darul Hadis Al-Faqihiyah Malang, Jawa Timur itu menjelaskan, tujuan menghormati tradisi orang berlainan keyakinan adalah untuk menjaga kerukunan lintas agama. Jika umat Islam tidak bisa menghormati keyakinan umat lain, kerukunan antarumat bakal sulit tercipta. 


Mendasari argumennya, Prof Quraish mengutip Al-Qur’an surat al-An’am ayat 108 yang artinya: 


‘Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah. Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.’ 


“Memaki saja tidak boleh, apalagi menendang,” tandas Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) itu. 


Soal praktik sesajen dinilai sebagai bentuk perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan  konsekuensinya mendapat siksa dari Allah, lanjut Prof Quraish, itu menjadi hak prerogatif-Nya kelak di hari pambalasan. Selain itu, turun atau tidaknya murka bagi pelaku juga atas izin Allah. Manusia tidak memiliki hak untuk mengadili. 


“Tidak apa-apa, nanti Tuhan yang akan menentukan di hari kemudian, apa pandangan Tuhan, keputusan Tuan terhadap mereka. Jadi mestinya, itu jangan ditendang,” ujar pria kelahiran Sidrap Sulsel 1944 itu. 


Islam dan adat 
Pada kesempatan itu, Prof Quraish juga menjelaskan bahwa adat dalam pandangan Islam dibagi menjadi tiga. Pertama, adat yang sesuai ajaran Islam dan biasa disebut dengan istilah ma’ruf. Untuk jenis ini, umat Muslim dianjurkan untuk menegakkannya. 


“Manusia diperintahkan untuk menegakkan yang ma’ruf. Apa yang kamu anggap baik di dalam masyarakatmu dan itu sejalan dengan tuntutan agama atau tidak bertentangan, tegakkan itu,” tegas Prof Quraish. 


Kedua, adat yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Sikap umat Muslim pada jenis kedua ini adalah tetap menghormatinya, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya, 'Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.'


Ketiga, adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi masih bisa ‘diislamkan’. Untuk  jenis adat yang ini, sikap umat Muslim adalah tetap mengakomodasinya sembari menghilangkan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam sebagaimana sudah banyak dilakukan oleh para Wali Songo. 


Dalam hal ini, Prof Quraish mencontohkan adat Siraman, yaitu salah satu prosesi dari rangkaian pernikahan dalam adat Jawa dengan memandikan calon pengantin yang biasa dilakukan satu hari sebelum prosesi. 


Praktik mandinya tidak apa-apa karena Islam sangat menganjurkan kebersihan. Akan tetapi, jika terdapat nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam, tinggal diluruskan. 


“Jadi, jangan terlalu kaku. Di setiap daerah ada adatnya, ada kebiasaannya. Dan kembali lagi, setiap amal (perbuatan) itu tergantung dengan niatnya,” pungkas Prof Quraish.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori