Nasional HALAQAH FIQIH PERADABAN

Pandangan Syariat Islam tentang Piagam PBB menurut KH Afifuddin Muhajir

Ahad, 22 Januari 2023 | 16:30 WIB

Pandangan Syariat Islam tentang Piagam PBB menurut KH Afifuddin Muhajir

Wakil Rais PBNU, KH Afifuddin Muhajir saat Halaqah Fiqih Peradaban di Lirboyo Jawa Timur, Sabtu (21/1/2023) mengatakan secara syariat Islam, piagam PBB termasuk dalam kategori ijmak dunia internasional tentang suatu hal yang dilaksanakan secara bersama. (Foto: Tangkapan layar Youtube Pondok Lirboyo)

Kediri, NU Online

Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menjelaskan pandangan syariat terhadap piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).


Menurutnya, secara syariat Islam, piagam PBB termasuk dalam kategori ijmak dunia internasional tentang suatu hal yang dilaksanakan secara bersama. Dalam bahasa lain, perjanjian dan kesepakatan antarnegara yang diwakili kepala negara.


"Ijmak bukan hanya sekedar dalam masalah fikih, tapi juga masalah lainnya, termasuk masalah sosial. Piagam PBB adalah ijmak yang sah karena ada perwakilan banyak negara," jelasnya saat Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Sabtu (21/1/2023).


Kiai Afif beralasan, piagam PBB dianggap sah sebagai ijmak karena berisi perjanjian dari pemimpin negara yang sah, dipilih lewat jalur yang sah dalam sebuah negara. Pemimpin yang dipilih sah, memiliki wewenang mengelola negara dan mengambil kebijakan.


"Unsur dalam ijmak, yaitu mujtahid, umat Islam (ketika bahas masalah umat Islam), tidak harus persoalan agama dan mujahid tidak harus ahli agama, tidak harus Muslim. Ketika orang Muslim dan non muslim sepakat dalam bidang tertentu maka boleh melakukan ijmak," katanya.


Dikatakan, pemimpin menjadi sah membuat perjanjian mewakili negara karena rakyat memilihnya. Dalam Islam ada istilah baiat, kontrak sosial. Kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat, bahwa negara berkomitmen untuk melakukan hal baik untuk rakyat. 


Sehingga, selama pemimpin yang membuat perjanjian yang dituangkan dalam piagam PBB itu adalah pemimpin yang sah maka kebijakannya juga sah. Termasuk menandatangani Piagam PBB.


"Apakah kepala negara jadi referensi rakyat sebuah negara? Iya, selama dipilih dari jalur yang sah. Piagam PBB bukan perjanjian individu antarindividu. Hukum sebuah perjanjian itu harus dilaksanakan selama tidak ada unsur yang bertentangan dengan syariat di dalam isi perjanjian tersebut," imbuhnya.


Kiai Afif mengingatkan, semua pihak khususnya umat Islam harus menelaah secara utuh isi dari piagam PBB agar tidak salah paham dan menimbulkan masalah di kemudian hari.


Terkadang dengan titik pijak yang sama yaitu piagam PBB, tapi digunakan untuk kasus yang dilarang oleh syariat Islam. Atas nama kebebasan bersama.


"Maka perlu dikaji apakah di dalam piagam PBB ada yang bertentangan atau tidak secara mendalam. Setahu saya tidak ada yang bertentangan, tapi ada banyak pasal yang bisa dimulti tafsirkan seperti masalah LGBT. Atas nama menjaga kebebasan dan hak-hak manusia," tegasnya.


Secara spesifik, kata Kiai Muhajir, piagam PBB sebenarnya tidak melarang jihad. Jihad di dalam Islam karena dua hal karena terjadi pelanggaran terhadap negara Islam dan penghalangan terhadap syariat Islam


"Piagam PBB melarang jihad? Piagam PBB melarang peperangan karena tanpa alasan. Perlu diingat, jihad bukan tujuan, tapi sarana mencapai tujuan. tujuan ini sering kali terwujud tanpa jihad," tandasnya.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan