Nasional

PBNU di Era Gus Yahya: Lembaga Jadi Pembuat Kebijakan, Banom Tinggal Eksekusi

Ahad, 30 Juli 2023 | 18:00 WIB

PBNU di Era Gus Yahya: Lembaga Jadi Pembuat Kebijakan, Banom Tinggal Eksekusi

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat menghadiri Rakernas JQHNU di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (28/7/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di era kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sedang mengalami penataan secara sistematis. Penataan ini untuk mengefektifkan kerja dan peran dari berbagai unit yang ada di lingkungan NU. 


Saat ini, PBNU memiliki 18 lembaga dan 14 badan otonom (banom). Menurut Gus Yahya, selama ini antara banom dan lembaga belum ada skema hubungan antar-organisasi secara sistematis.


Demikian disampaikan Gus Yahya saat memberikan arahan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Jam'iyatul Qurra wal Huffazh (JQH) NU di Hotel Sahid Jakarta, Jumat (28/7/2023).


"Pada periode ini kita sedang mulai melakukan penataan. Norma dasarnya adalah lembaga-lembaga di lingkungan NU ini akan kita arahkan untuk menjadi unit-unit kebijakan, pembuat kebijakan. Strategi, agenda, program-program dasar dibangun oleh lembaga-lembaga," kata Gus Yahya.


"Nanti banom-banom akan menjadi saluran eksekusi dari program-program yang dibuat lembaga. Jadi, lembaga membuat kebijakannya, banom tinggal eksekusi. Pembagian kerja harus jelas," lanjutnya.


Pada kesempatan itu, ia meminta JQHNU untuk melakukan koordinasi secara intensif dengan sejumlah lembaga yang memiliki korelasi. 


Di antaranya Lembaga Bahtsul Masail (LBM), Lembaga Ta'lif wa Nasyr (LTN), Lembaga Dakwah (LD), Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif, dan Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) NU.


"Ini harus ada koordinasi yang intensif supaya ke depan penataan ini bisa terwujud sehingga NU menjadi organisasi yang valid dan sistematis, serta bisa bekerja secara strategis," tegas Gus Yahya.


Organisasi yang Valid

Salah satu agenda paling mendasar yang dibangun PBNU sekarang adalah menjadi organisasi yang valid. Gus Yahya menjelaskan, organisasi valid artinya nyata keberadaannya dan bisa dipertanggungjawabkan. 


Terdapat tiga ukuran yang bisa menentukan organisasi disebut valid. Pertama, personalia atau orang-orang yang ada di dalamnya valid secara tertulis. Kedua, mekanisme-mekanisme sesuai aturan dan norma yang ditetapkan seperti tata cara pengambilan keputusan. Ketiga, ada pencatatan yang rapi.


Gus Yahya mengatakan, ukuran yang ketiga itu sangat sulit diwujudkan. Contohnya, belum lama ini, ia baru tahu kalau NU memiliki wakaf tanah sebesar 6 juta bidang..


"Ini bidang bukan luas, dan yang tercatat belum sampai mencapai 1 juta. Jadi ada 5 juta yang belum ada catatannya," tegas Gus Yahya.


Validitas dalam sebuah organisasi sangat penting. Gus Yahya mengingatkan, para pengurus NU jangam hanya mengira barokah sebagai satu-satunya hal yang penting. Sebab saat ini, NU telah berkembang menjadi entitas besar sehingga tak boleh disia-siakan.
 

"NU bisa berkembang seperti ini, ini nikmat khusus Allah kepada bangsa Indonesia. Karena nggak bisa dinalar, NU kok bisa berkembang seperti ini, melalui satu logika proses seperti apa pun itu nggak ketemu. Maka kita harus bisa gunakan NU untuk kebutuhan strategis, bukan hanya untuk Indonesia tapi untuk kemanusiaan," jelas Gus Yahya.


Menggunakan NU untuk kebutuhan strategis bagi kemanusiaan menjadi tanggung jawab seluruh keluarga besar NU. Hal itu agar NU betul-betul bisa beroperasi sebagai aktor strategis yang bisa ikut menentukan arah dari pergerakan keseluruhan masyarakat menuju masa depan lebih baik.


"Beroperasi secara strategis harus ada strateginya. Harus jalan. Supaya jalan, barangnya harus jelas. Kita tidak bisa, saya sebagai ketum PBNU, berpikir tentang strategi NU kalau tidak mendapatkan informasi valid tentang postur organisasi secara keseluruhan. Saya tidak bisa menentukan apa pun kalau organisasinya tidak valid," tutur Gus Yahya. 


Pewarta: Aru Lego Triono