Nasional

PBNU Kecam Tindakan Rusli Ahmad yang Atasnamakan PWNU Riau untuk Deklarasi Dukungan Capres-Cawapres

Jum, 12 Januari 2024 | 10:00 WIB

PBNU Kecam Tindakan Rusli Ahmad yang Atasnamakan PWNU Riau untuk Deklarasi Dukungan Capres-Cawapres

Waketum PBNU Amin Said Husni. (Foto: NU Online/Suwitno)


Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengecam keras tindakan Rusli Ahmad karena masih membuat surat dengan kop surat dan stempel palsu dengan mengatasnamakan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Riau untuk melakukan deklarasi dukungan kepada calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). 


Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni menjelaskan bahwa PBNU telah membekukan kepengurusan PWNU Riau sejak Desember lalu. Sebagai gantinya, PBNU telah menunjuk Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Sulaiman Tanjung menjadi karteker Ketua PWNU Riau. Penunjukan Sulaiman sesuai dengan keputusan rapat harian syuriyah dan tanfidziyah pada 16 Desember 2023.


Belum lama ini, Rusli Ahmad membuat surat undangan dengan stempel dan kop surat palsu pada 7 Januari 2024. Surat bernomor 009/PWNU-Riau/01/2023 itu hanya ditandatangani Rusli. Dalam surat itu, Rusli mengundang pengurus PWNU Riau dan kiai NU untuk hadir dalam acara deklarasi dukungan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo-Gibran. Acara deklarasi dilakukan pada Rabu (10/1/2024). 

 
surat palsu mengatasnamakan PWNU Riau
Surat dengan kop dan stempel palsu mengatasnamakan PWNU Riau


“Surat undangan yang beredar dengan mengatasnamakan PWNU Riau yang ditandatangani Rusli itu tidak sah. PBNU menganggap Rusli telah melakukan tindakan brutal karena masih mengatasnamakan Ketua PWNU Riau. Menandatangani surat sendirian dan menggunakan kop surat dan stempel palsu,” kata Amin Said Husni dalam keterangannya kepada NU Online, Jumat (12/1/2024).


Amin Said menegaskan bahwa Rusli Ahmad tidak lagi menjabat sebagai Ketua PWNU Riau sejak KPU mengeluarkan daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. 


Ia juga menegaskan bahwa dalam kontestasi politik, NU telah memiliki panduan berpolitik yang diputuskan dalam Muktamar Ke-28 NU di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta pada 1989. Ada sembilan pedoman yang wajib diperhatikan warga Nahdliyin. Kesembilan pedoman itu yakni:


1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 45.

 

2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menunjung tinggi  persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita Bersama. Yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur  lahir dan  batin dan dilakukan sebagai amal ibadah  menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.

 

3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.

 

4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah di lakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia,  berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan  peraturan dan norma-norma yg disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.

 

6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah .

 

7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dengan dalil apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.

 

8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu' dan saling menghargai sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.

 

9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dlm pembangunan.