Nasional

PBNU: Pemerintah Indonesia dan Malaysia Harus Sering Bertemu

Sab, 25 Januari 2020 | 12:40 WIB

PBNU: Pemerintah Indonesia dan Malaysia Harus Sering Bertemu

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan, di tengah tingginya tantangan globalisasi sudah selayaknya Indonesia dan Malaysa satu sikap dengan cara sering bertemu. Selama ini, kata Kiai Said, apa yang dirasakan warga Malaysa dirasakan pula oleh bangsa Indonesia. 

“Di saat-saat sekarang, kita hidup di era globlisasi yang banyak tantangan, era banyak fitnah banyak tantangan, maka sudah saatnya Malaysia-Indonesia khususnya, harus semakin memperkuat  tafahum wa takarub wa taawun, satu barisan satu sikap fi shaffin wahid, fi qadati wahid fi nihwati wahidah fi muskilati wahidah,” ucap pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah ini di hadapan Menteri Pertahanan Malaysia, Mohamad Sabu pada Diskusi Panel ‘Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia’ di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (25/1) sore. 

Ia menuturkan, ke depan pertemuan petinggi Indonesia dan Malaysia harus sering melakukan pertemuan guna mendiskusikan berbagai persoalan masing-masing negara serta kawasan Asia Tenggara. 

Terkait dunia Islam, lanjut Kiai Said, NU sejak tahun 2015 sudah menyodorkan ‘Islam Nusantara’ sebagai tipologi umat Islam di Nusantara antara lain negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. 

Kiai Said tidak ingin, negara-negara yang dulunya tergabung dalam Nusantara terpecah belah seperti negara-negara di Timur Tengah. Kuncinya dengan menyatukan budaya dan agama, budaya tersebut dijadikan pula sebagai infrastruktur agama. 

“Agama kita bangun di atas fondasi kultur budaya, kita jadikan fondasi agama. Itu barang kali untuk menanggapi situasi sekarang, kita tahu semuanya, kalau dihitung sudah 1,5 juta nyawa melayang di  Mesir, Libya, Irak, Syuriah, Yaman, Sudan dan seterusnya sudah 1,5 juta, sesama Muslim sesama Arab,” ungkapnya. 

Kiai Said menjelaskan, Islam saat masuk ke negara-negara di Nusantara tidak dibarengi dengan peperangan atau konflik. Sebaliknya, Islam masuk ke Nusantara dengan pendekatan akhlakul karimah, pendekatan budaya dan prilaku mulia. 

“Beberapa kerajaan yang besar, Majapahit, Sriwijaya, kerajaan yang besar menjadi Islam dengan pendekatan akhlakul karimah, peandekatan budaya, akhlak yang mulia,” pungkas alumnus Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra Arabi Saudi ini. 
 
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Abdullah Alawi